Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) perwakilan cabang se-Jawa Timur mengikuti Study Politik Kerakyatan yang digelar Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur bekerja sama dengan Pengurus Cabang PMII Probolinggo, Selasa hingga Sabtu (21-25/3) di Kompleks Perkantoran Diklat Kabupaten Probolinggo.
Kegiatan yang mengambil tema Urgensi Politik Kelas di Bawah Krisis Ekonomi Dunia ini dibuka oleh Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) PMII Probolinggo Badrus Zaman, Selasa (21/3). Pembukaan ini dihadiri oleh Ketua Umum PKC PMII Jawa Timur Zainuddin, Ketua GP Ansor Kabupaten Probolinggo Muchlis, Ketua Umum PMII Probolinggo Ahmad Hasan, pengurus KNPI Kabupaten Probolinggo dan sejumlah perwakilan perangkat daerah di Kabupaten Probolinggo.
Ketua PMII Probolinggo Ahmad Hasan mengatakan, ia sangat bangga karena bisa dipercaya menjadi tuan rumah pelaksanaan kajian politik kerakyatan yang digelar oleh PKC PMII Jawa Timur dengan harapan mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada mahasiswa dalam memahami urgensi politik di Indonesia.
Sementara Zainuddin menyampaikan, kegiatan ini bertujuan agar kader PMII bisa membuka pola pikir dan tidak mempersempit pola pikirnya. Urgensi politik ini menjadi pertanyaan besar saat ini. Karena itu, mahasiswa tidak boleh menutup mata terhadap politik.
“Kita harus menciptakan Indonesia sejahtera dan aman dengan analisis politik-politik yang aman. PMII konsisten untuk mengawal di Jawa Timur, terutama yang berhubungan dengan NKRI. Karena asas PMII sudah jelas asasnya Pancasila,” katanya.
Menurut Zainuddin, substansi mengajarkan politik kemanusiaan bagaimana menciptakan manusia yang seutuh-utuhnya. “Study politik ini penting agar ke depannya mampu memberikan gagasan-gagasan dan tidak mempersempit pemikiran ide politiknya,” jelasnya.
Ketua IKA PMII Probolinggo Babus Zaman mengatakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi yang sudah melewati masa muda. Proses pendidikan di Indonesia banyak pengamat yang menilai telah terjadi degradasi dari proses pendidikan menjadi proses pembelajaran.
Menurut Badrus, kalau diteruskan mengadopsi apa yang ada di negara barat, maka lambat laun akan hancur. Kesetaraan itu tidak sederajat. Emansipasi wanita bukan sederajat tapi kesamaan hal-hal tertentu di dunia.
“Sehingga tidak heran jika angka perceraian makin tinggi. Karena seorang istri sudah mengganggap adanya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Tetapi hal ini kesetaraan gender yang kebablasan,” jelasnya.
Badrus menambahkan bahwa proses-proses seperti ini hanya bisa dilaksanakan di luar proses pembelajaran. “Kita dituntut pintar tapi tidak mengerti. Saya tetap menghargai apa yang ada dalam proses pendidikan di sekolah. Pendidikan mental spiritual harus tetap dijaga minimal seimbang,” terangnya.
Sedangkan Muchlis mengapresiasi upaya PMII yang mengajak para anak muda untuk memiliki pemahaman politik. Karena memang anak muda saat ini harus dipelajari nuansa politik.
“Karena itu, anak muda harus berpikir ke depan dan jangan berpikir ke belakang. Berbeda itu boleh tapi kedewasaan harus taruh di depan. Mengkritik boleh tapi kritik membangun,” jelasnya.
Menurut Muchlis, semua sesuatu harus diawali dengan niat. Mahasiswa harus bangga menjadi bagian dari PMII. Karena PMII akan selalu ada dihari dan selalu dinanti. (Syamsul Akbar/Alhafiz K)