Banda Aceh, NU Online
Seorang ulama di Banda Aceh H Agussalim menyebutkan kontrol (pengawasan) terhadap remaja, termasuk di Aceh harus dilakukan secara lebih ketat karena karakter mereka sangat rentan atas pengaruh negatif global.
"Mereka (remaja) harus mendapat pembinaan secara lebih baik dari orangtuanya agar tidak terjerumus dalam budaya asing, pergaulan bebas, obat-obatan terlarang dan aktivitas yang tidak bermanfaat," katanya, di Banda Aceh, Jumat.
<>Dalam khutbah Jumat di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Agussalim mengatakan, remaja, termasuk di Aceh sangat mudah terpengaruh dengan perubahan global, terutama melalui media elektronik dan media cetak.
"Kunci utama pembinaan mental generasi muda adalah berada di tangan orangtua dengan mengawasi secara lebih ketat," tambahnya.
Pengawasan terhadap anak remaja bukan berarti ruang gerak mereka dibatasi, tetapi dalam kegiatan sehari-harinya harus lebih banyak diarahkan kepada kegiatan positif, seperti di bidang agama dan olahraga.
Menurut Agussalim, menghadapi kemajuan informasi dan teknologi saat ini, kalangan orangtua harus memberikan contoh teladan bagi anak-anaknya yang masih remaja agar aktivitas mereka sehari-hari tidak melenceng dari ajaran agama.
Pembinaan dalam kalangan sekolah dan institusi pendidikan juga dapat dilakukan secara kolektif untuk pembinaan, terutama bagi mereka yang masih duduk dibangku SLTP dan SLTA agar mereka saling berinteraktif satu sama lain.
Kalau tidak diawasi, kata ulama Agussalim, para remaja dapat menyalahgunaan telepon selular (HP) untuk kepentingan nagatif, terutama di luar jam belajar, seperti mengajak teman-temannya merokok atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Dengan demikian, pembinaan remaja di sekolah harus diatur secara baik oleh sekolah dengan mengisi kegiatan ekstra kurikuler pada setiap jam istirahat, seperti membaca buku berguna di perpustakaan atau kegiatan olahraga.
"Ekstra kurikuler dapat dilakukan dalam bentuk pertandingan olahraga serta larangan membawa HP ke sekolah harus diberlakukan," katanya.
Khusus untuk NAD, pemerintah berkewajiban melalui kebijakan publik, seperti Qanun (peraturan daerah) mengenani implikasi Syariat Islam tidak hanya terbatas pada masalah khalwat (zina), judi dan minuman keras semata.
Begitu juga dengan peran polisi wilayatul hisbah (WH) harus lebih ditingkatkan serta diperluas, termasuk pembinaan bagi anak-anak usia remaja yang bolos sekolah serta berkeliaran di tempat umum pada saat jam belajar. (ant/mad)