Daerah

Sekolah Kepenulisan OSIS MA Raodlah Najiyah

Ahad, 1 Januari 2012 | 16:59 WIB

Sumenep, NU Online
Untuk ketiga kalinya, setelah beberapa minggu ditiadakan karena ujian semester, Sekolah Kepenulisan MA Raudlah Najiyah, Bragung, Guluk-Guluk, Sumenep kembali digelar. Kegiatan yang dilaksanakan tiap Jumat pagi yang diisi oleh salah satu kontributor NU Online, Hairul Anam, ini merupakan bagian dari program pengurus OSIS MA Raudlah Najiyah masa bakti 2011-2012.

“Kegiatan ini diadakan dengan dilatarbelakangi oleh kesadaran kami terhadap pentingnya menyeriusi keterampilan tulis-menulis,” tutur ketua OSIS MA Raudlah Najiyah, Amsuni saat diwawancarai NU Online Sabtu (31/12) pagi.<>

“Karenanya, kami mengharap melalui kegiatan ini nantinya lahir penulis-penulis muda yang dapat mengharumkan nama almamater,” lanjut siswa yang juga tercatat sebagai santri Pondok Pesantren Raudlah Najiyah, itu.

Pelaksanaan Sekolah Kepenulisan ini dilokasikan di dua tempat, di wilayah putri dan di wilayah putra. Dengan kata lain, antara putri dan putra dipisah oleh sebab memang sekolah MA Raudlah Najiyah terdiri dari putra dan putri.

Demi efektivitas pelaksanaan Sekolah Kepenulisan, maka pesertanya terbatas. Peserta putra dan putri masing-masing sepuluh orang. Mereka dituntut aktif menyimak, menguasai teori kepenulisan, dan menulis secara baik dan produktif.

Pokok bahasan yang disampaikan di dalam Sekolah Kepenulisan meliputi segala hal yang berkenaan dengan kepenulisan, mulai dari teknik analisa, kerangka tulisan, meresensi buku, observasi, tanda baca, dan juga teknik presentasi.

Atas semua itu, praktik menulis menempati posisi utama. Sebab, fasilitator dan para peserta Sekolah Kepenulisan sudah menyadari bahwa menulis bukanlah ilmu melainkan keterampilan.

Sejak dari awal pertemuan, semangat peserta tak pernah surut. Hal itu berpangkal dari pandangan mereka terhadap dunia kepenulisan. Mereka berkeyakinan bahwa melalui tulisan-lah keabadian dan makna hidup dapat digapai. Sebut saja Penyair Chairil Anwar yang hingga kini namanya ‘hidup’ berkat karya-karyanya yang terabadikan dalam bentuk tulisan.

Pada wilayah itu, sekali lagi, Sekolah Kepenulisan lebih menitikberatkan pada praktik. Adapun teori-teorinya hanyalah pelengkap saja. Peserta dituntut menulis setiap hari. Hasil tulisan tersebut selanjutnya diserahkan kepada fasilitator untuk dikoreksi. Dan sebelum dikoreksi, peserta diharuskan mempresentasikan karya tulisnya. Dengan begitu, ada keterpaduan antara menelorkan gagasan lewat tulisan dengan kemampuan menjabarkan buah pikiran melalui lisan.

Sebagai tahap awal, peserta diberi keleluasaan menentukan tema sendiri. Setelah mereka terbiasa menulis setiap hari, baru kemudian fasilitator memberi tema khusus untuk dikembangkan dalam bentuk tulisan utuh. Tema tersebut tak perlu yang berat-berat. Peserta diberi tema yang mudah diserap. Ini tak lain demi kemudahan peserta dalam menerjemahkan gagasannya ke dalam rajutan kata-kata.

Dalam Sekolah Kepenulisan, juga dibangun iklim membaca. Peserta dituntut agar tidak hanya menulis bebas secara terus-menerus. Sesekali mereka diwajibkan menulis dengan menyertakan catatan kaki (foot note). Referensinya tidak harus dituntut yang berasal dari buku-buku berat yang membutuhkan pembacaan mendalam guna memahaminya. Di sinilah tugas fasilitator memberikan arahan tentang buku-buku yang penting dikonsumsi setiap hari. Dan perpustakaan sekolah menempati peran yang amat penting demi suksesnya kegiatan tersebut.

Berkaitan dengan sumber inspirasi tulisan, sesekali peserta dibawa jalan-jalan ke tempat-tempat yang rindang dan menyejukkan. Bisa juga ke tempat-tempat ramai semisal pasar. Di tempat-tempat tersebut, peserta dilepas bebas untuk mengail ide.

Selain itu, semangat menulis peserta betul-betul dijaga. Ketika ada peserta yang miskin ide atau gagasan, tidak lantas dianaktirikan. Dalam pada itu, ia justru mendapat perhatian yang lebih. Oleh karena itu, fasilitator dituntut selalu berusaha mencarikan inovasi-inovasi yang menunjang keberhasilan Sekolah Kepenulisan.

Dalam perkembangannya kini, para peserta sudah mampu menganalisis banyak persoalan untuk kemudian dirangkai ke dalam kerangka tulisan. Muaranya, kerangka tulisan tersebut berubah wujud menjadi tulisan utuh yang siap dikirim ke media massa.



Redaktur: Mukafi Niam


Terkait