Bandung, NU Online
Dalam kegiatan rutin bahtsul masail, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) kabupaten Bandung menanggapi syarah Sunan At-Turmudzi, Tuhfatul Ahwadzi karya Al-Mubarokfuriy. Dalam karyanya ia mengkritisi 20 rakaat Teraweh yang lazim diamalkan mayoritas muslim.
<>
Salah satu narasumber bahtsul masail, Wakil Sekretaris PERGUNU Jawa Barat Harry Yuniardi menceritakan, teraweh 8 rakaat berawal pada abad 11 Masehi. Hal ini dikatakan al-Shan’aniy yang membid’ahkan teraweh 20 rakaat.
Sedangkan al-Mubarakfuriy menilai, lanjut Harry, semua informasi tentang teraweh 20 rakaat yang dilakukan para sahabat atau tabiin lemah.
“Padahal para ulama baik ahli fiqih maupun ahli hadits menempatkan hadis riwayat A’isyah Ra yang mereka gunakan untuk shalat teraweh masuk dalam pembahasan shalat witir,” terang Harry.
Sekretaris PCNU Bandung H Usep Dedi Rostandi mengatakan, MUI kabupaten Bandung akan membedah dalil terkait rakaat shalat teraweh yang akan diikuti semua utusan ormas di kabupaten Bandung.
“Karenanya, PCNU mempersiapkan secara matang dalil-dalil yang mempertegas amaliah NU dalam hal ini shalat teraweh 20 rakaat,” jelas H Usep.
Sementara Wakil Ketua PW PERGUNU Jawa Barat H Saepuloh meminta bahtsul masail ini rutin digelar mengingat kegiatan ini banyak bermanfaat bagi pengurus serta warga NU. “Manfaat itu antara lain memperluas wawasan serta memperteguh keyakinan warga akan amaliah yang selama ini dilakukan.”
Kecuali itu, bahtsul masail ini berdampak pada peningkatan kapasitas keilmuan pengasuh pesantren dan guru-guru di madrasah, tandas H Saepuloh.
Kegiatan yang dilaksanakan di pesantren As-sa’adah kecamatan Banjaran kabupaten Bandung, Ahad (26/1) ini dihadiri pengurus PCNU, lembaga, lajnah dan banom NU. Di awal peserta bahtsul masail yang dipimpin Rais Syuriyah PCNU Bandung KH Asep Saifuddin Kamil membaca tahlil dan doa untuk Rais Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudh. (Awis Saepuloh/Alhafiz K)