Lombok Tengah, NU Online
Ribuan jamaah dan warga NU termasuk santrinya padati halaman Pondok Pesantren NU Al Mansuriah Bonder Kecamatan Praya Barat Daya Lombok Tengah dalam rangka mendokan dan tahlilan atas kepergian Ketua PWNU NTB almarhum TGH Achmad Taqiuddin Mansur
Hingga Jumat (12/10) malam warga NU terus berdatangan, para santri pun tiap pagi mendoakan di makamnya.
"Ini mungkin yang menyebabkan bapak lebih sayang sama santrinya dari pada anaknya sendiri," ujar Sri Sofia Umami Putri sulung almarhum di Bonder Lombok Tengah.
Bapak itu lanjutnya, seluruh waktu, tenaga, dan fkiran beliau semua untuk santri. "Beliau gak betah lama-lama di Mataram (rumhanya di kota), yg dipikirkan itu anak-anak santri gak ada yang ngajar ngaji, imami shalat, kasih makan anak santri," kenangnya akademisi UIN Mataram ini.
Umami sapaan akrabnya menambahkan, kadang-kadang anak-anaknya iri, kayak lebih sayang sama santrinya ketimbang anaknya sendiri. Padahal tidak begitu, karena kami semua sudah pada dewasa sehingga yang menjadi perhatiannya adalah santrinya.
Bahkan di akhir hayatnya, santrilah yang banyak bicara karena beliau mengakhiri masa hidupnya di pondok bukan di rumah yang ada di kota Mataram.
Alumni Universitas Indonesia di Jakarta ini menyebutkan, cara almarhum menyayangi dirinya dan saudaranya adalah tidak pernah memuji anak-anaknya di depannya, melainkan diolok atau kadang dimarahi.
"Kalau anak-anaknya ada salah dalam sikap, kayak beliau langsung tau, padahal jarang ketemu, ada aja caranya menegur, baik bahasa isyarat maupun kadang marah. Tapi kalau kita renungkan, sebenarnya, semarah apapun beliau itu adalah refleksi diri kita (anak)," ujarnya.
Kalau kita sampai tersinggung atas kemarahannya kepada kita, artinya kita sebagai anak masih angkuh dan sombong, tidak mau merubah diri. "Kalau dimarah bapak, entah saya ada salah atau merasa gak ada salah, gak pernah saya bantah. Justri menjadi refleksi diri bahwa ya saya pantas dimarahi artinya saya belum jadi anak yang baik," jelasnya.
"Beliau sangat care dengan pendidikan. Kalau orangtua lain mungkin sibuk mikirin ngumpulin aset warisan materi untuk anak-anaknya kelak dewasa dan berumah tangga. Kalau bapak tidak, gak ada namanya kaya gitu, semua hartanya diwakafkan untuk pondok," ujarnya.
Pesan beliau kepada anaknya lanjutnya, untuk sekolah yang baik setinggi-tingginya, harus lebih dari dirinya dan bila anak-anaknya mau sekolah sejauhnya pun dibebaskan, nanti kamu cari dan bangun kehidupan dengan bekal ilmumu sendiri. (Hadi/Muiz)