Indonesia dibentuk dari beragam kultur, ras, bahasa dan agama. Keragaman identitas itu yang melahirkan Indonesia. Tapi jika keragaman yang ada tidak dikelola dengan baik justru akan rentan menimbulkan konflik.
Demikian disampaikan Kanwil Kemenag Banten Ukun Kurnia dalam ceramah umum di Auditorium Hasyim Asy’ari Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STISNU) Nusantara, Tangerang, Rabu (15/3) sore.
Menurutnya, problem multikultural di Indonesia mencakup tiga permasalahan besar. Pertama, keragaman identitas budaya daerah. Yang menjadi masalah masing-masing orang memiliki keakuan.
“Kita lihat saja Banten sangat kaya dengan identitas budayanya. Tahun 1989-an ada seorang Guru Besar dari UKI meneliti budaya Banten. Menurutnya, Budaya Banten Utara itu orangnya pekerja keras. Sedangkan Banten Selatan masyarakatnya cenderung kalem-kalem,” ungkapnya.
Kedua, ada pergeseran pemerintahan dari pusat ke daerah. “Kita gampang tergeser mengenai rasa nasionalisme. Masing-masing orang mengaku nasionalisme tapi di lapangan terkadang sering terjadi kress,” tegasnya.
Ketiga, keragaman organisasi masyarakat di Indonesia. Permasalahannya jika setiap ormas memiliki rasa fanatisme keorganisasiannya masing-masing.
“Selain tiga faktor itu, ada juga masalah sosial seperti kesejahteraan ekonomi di masyarakat dan keberpihakan media massa. Adanya prasangka atau buruk sangka di kalangan masyarakat. Itu juga yang dapat menimbulkan konflik sosial,” jelasnya.
Acara itu diikuti oleh 200 mahasiswa, dosen, dan praktisi hukum di lingkungan perguruan tinggi NU di Tangerang dan sekitarnya. Dengan menghadirkan narasumber utama Dr KH Amas Tadjuddin dan Dr Ukun Kurnia. (Suhendra/Alhafiz K)