Fragmen

Konsolidasi di kandang lawan

Selasa, 31 Mei 2005 | 04:53 WIB

Sebuah nilai yang terinternalisasi secara mendalam akan menjadi kekuatan yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Begitulah karakter perjuangan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Asnawi di masa penjajahan Belanda. Berbagai tantangan dan ancaman kerap muncul baik secara langsung maupun tak langsung. Ancaman juga kerap dialami para pengikutnya. Tokoh kelahiran Kudus yang dikenal tegas dan konsisten ini pernah ditangkap belanda saat ada kerusuhan anti Cina di Kudus. Penangkapan ini dilakukan Karena dianggap kerusuhan itu bermotif agama. Belanda menangkap sejumlah tokoh agama yang selama ini turut mendukung perjuangan kiai asnawi. Bersama KH. Damaran, KH. Nurhadi, KH. Mufid sunggingan dan kiai lainnya, Kiai Asnawi meringkuk selama tiga tahun di penjara.

Mula-mula kiai Asnawi dan kawan-kawan dipenjarakan di Kudus, kemudian di pindahkan ke semarang. Bagi Kiai Asnawi, dimanapun bumi dipijak di situ perjuangan harus dilakukan. Penjara tidak menyurutkan langkahnya untuk berdakwah dan menentang berbagai bentuk kedhaliman penjajah terhadap umat islam dan bangsa Hindia Belanda saat itu. Meskipun Belanda mengekangnya di penjara tapi berbagai kegiatan keagamaan tetap dilangsungkan. mengadakan shalat berjama’ah, pengajian dan pembacaan berjanji. Dalam tempo sekejap penjara itu berubah seperti majelis taklim. Kiai Asnawi sendiri yang meminpin pengajian di penjara tersebut. Beliau mengajarkan beberapa kitab, di samping menggunakan waktu luangnya untuk menerjemahkan kitab jurumiah.  Relasi yang terbangun antara Kiai Asnawi dan santrinya tidak sekedar dalam proses  belajar mengajar tapi juga pada konsolidasi gerakan. Memang mereka tidak hanya mengaji tapi juga melakukan konsolidasi.  Sambil belajar ilmu agama juga tak lupa membahas persoalan yang dialami umat.  Selain membicarakan penjajahan Belanda dia juga membahas perkembangan percaturan keagamaan. Saat itu wacana pembaharuan Islam yang dibawa dari Arab mulai di suarakan, malah gerakan pembaharuan ini selanjutnya mengecam dan menyerang terhadap paham ahlus sunnah wal jamaah yang dianut sebagian besar umat Islam saat itu. Artinya ini menjadi ancaman bagi kelangsungan paham yang diikuti kiai dan santrinya. Karena itu, Kiai Asnawi  berembug bagaimana strategi menghadapi dua ancaman, yaitu ancaman penjajah dan para pembaharu Islam.

<>

Penjara menjadi tempat persemaian ide bagi santrinya untuk makin berani menghadapi penjajah. Memang Keberanian Kiai Asnawi menjadi inspirasi tersendiri disamping pengaruhnya yang begitu luas. Tak heran kepala penjara pun memperlakukan kiai Asnawi dengan sangat hormat. 

Dalam penjara, Kiai Asnawi tidak bisa menutupi kepedihannya dihadapan santri dan teman-temannya karena tidak bisa kembali ke Mekkah dan berkumpul dengan istri dan anaknya. Akhirnya justru istrinya, Nyai  Hamdanah, beserta tiga anaknya yang ketika itu masih tinggal di Mekkah yang menyusul kiai Asnawi ke Kudus.(Alif)    


Terkait