Halal bi Halal dan Sarasehan Kebangsaan NU Australia Barat
Selasa, 11 Juni 2019 | 01:30 WIB
Australia, NU Online
Konflik adalah hal yang wajar dalam sebuah negara yang multi etnis dan agama seperti Indonesia. Namun sayang, agama kerap dijadikan ‘alat pembeda’ yang justru berfungsi sebagai angin besar untuk meniup bara konflik hingga terbakar.
Demikian dikemukakan dosen Psikologi Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan, Ichsan Malik saat menjadi nara sumber dalam Halal bi Halal dan Sarasehan Kebangsaan di Manning Community Hall, Western Australia, Ahad (9/6).
Menurutnya, riak-riak konflik jamak terjadi di negara sebesar Indonesia. Namun yang mesti diwaspadai adalah bagaimana konflik itu tidak menjadi konflik yang mengarah pada kekerasan. Karena itu, konflik seharusnya disikapi secara dewasa, misalnya dengan cara-cara dialog, pendekatan sosial dan sebagainya.
“Umumnya kita mendekati konflik dengan cara ngamuk dan lari dari konflik, itu yang bahaya,” tukasnya.
Ichsan menambahkan, salah satu sumber konflik adalah munculnya gerakan radikal yang diakibatkan oleh pemahaman yang hitam putih dalam menafsirkan perintah agama. Sehingga pemahaman agama secara benar teramat sangat penting untuk menghindari ‘salah tafsir’ terhadap perintah agama. Karena itu, ‘pelurusan sejarah’ atas pemikiran yang keliru itu harus dilakukan, dan itu merupakan tanggung bersama. Selain itu, kebersamaan segenap anak bangsa tak boleh diacuhkan.
“Mari kita fokus pada masa depan (Indonesia) dengan mengedepankan kebersamaan, mengatasi sekat perbedaan etnik dan agama,” jelas pria yang pernah menjadi fasilitator perdamaian di Asia itu.
Sementara itu, Konsulat Jenderal RI, Dewi Gustina Tobing mengajak warga Perth (Australia) untuk menjaga toleransi dan memupuk kerjasama lintas agama.
“Toleransi penting untuk mempuk kebersamaan,” terangnya seraya memberikan apresiasi dan berharap agar kegiatan-kegiatan semacam itu terus dilakukan.
Dalam acara yang digelar oleh Nahdlatul Ulama (NU) Western Australia bekerja sama dengan AIPSSA (Association of Indonesian PostGradute Student and Scholars in Austtalia), dan KJRI Perth tersebut dihadiri oleh sekitar 100 peserta, termasuk pimpinan ormas di wilayah Perth.
Bertidak selaku moderator sarasehan itu adalah Presiden AIPSSA dan juga Koordinator Kajian dan Diskusi di Western Australia , Ridwan al-Makassary. (Red: Aryudi AR).