Internasional

Krisis Rohingya, Uni Eropa Putus Hubungan Militer dengan Myanmar

Kamis, 12 Oktober 2017 | 03:03 WIB

Krisis Rohingya, Uni Eropa Putus Hubungan Militer dengan Myanmar

Ilustrasi (© Rappler)

Brussel/Geneva, NU Online
Aksi brutal tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya telah berdampak luas pada relasi negara ini di dunia internasional. Yang terbaru, Uni Eropa menghentikan hubungan militer dengan Myanmar karena dianggap telah melampaui batas penggunaan kekuatan bersenjata.

"Mengingat penggunaan kekuatan yang tidak proporsional yang dilakukan oleh pasukan keamanan, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya akan menunda undangan ke panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar/Burma dan perwira militer senior, serta meninjau semua kerja sama pertahanan praktis," bunyi sebuah surat kesepakatan yang dilihat AFP seperti dilansir, Rabu (11/10).

Surat tersebut mendapat persetujuan dari Duta Besar Uni Eropa dan rencananya bakal ditandatangani pada pertemuan para menteri luar negeri, Senin. Surat ini juga menyebut tindak kekerasan pemerintah Myanmar sebagai sesuatu yang disengaja untuk mengusir minoritas.

Uni Eropa saat ini melarang ekspor senjata dan peralatan yang dapat digunakan untuk "represi internal". Bahkan, ia membuka kemungkinan sanksi jika krisis kemanusiaan tersebut tidak kunjung membaik.

Sebuah laporan yang dikeluarkan kantor hak asasi manusia PBB menyatakan, serangan terhadap Rohingya di Myanmar menunjukkan adanya strategi untuk menanamkan ketakutan dan trauma yang meluas dan mencegah mereka untuk kembali ke rumah mereka.

Laporan yang dirilis pada Rabu ini didasarkan pada 65 wawancara dengan orang Rohingya, baik secara individu maupu kelompok, pada pertengahan September dengan Rohingya.

Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa serangan terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar utara, oleh pasukan keamanan dan massa Buddhis terkoordinasi dan sistematis. Tujuannya pun jelas, tidak hanya mengusir penduduk Myanmar tapi juga mencegah mereka untuk kembali. (Red: Mahbib)


Terkait