Internasional

Mengenal Jamal Khashoggi, Jurnalis yang Dihabisi di Kedutaan Saudi

Ahad, 21 Oktober 2018 | 15:30 WIB

Mengenal Jamal Khashoggi, Jurnalis yang Dihabisi di Kedutaan Saudi

Foto: Jamali/AP

Istanbul, NU Online
Jamal Khashoggi (59) adalah salah satu dari jurnalis dan komentator politik Arab Saudi yang paling terkemuka. Sebetulnya, Jamal pernah dekat dengan Kerajaan Arab Saudi. bahkan ia pernah menjadi mantan penasihat Kerajaan. 

Namun karena sikap kritisnya, kemudian ia pindah ke Amerika Serikat (AS) untuk mengasingkan diri dan menghindari penangkapan dari pihak Kerajaan Saudi. Dia mengkritisi sejumlah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pihak Kerajaan, utamanya Putera Mahkota Muhammad bin Salman. Jamal concern mengkritik kebebasan berpendapat, hak asasi manusia di Saudi, dan keterlibatan Saudi pada Perang Yaman. 

Jamal Khashoggi memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Ia pernah kuliah bidang jurnalisme di Universitas Indiana AS. Ia juga memiliki karir di bidang jurnalisme yang moncer. Jamal memulai karir dalam bidang jurnalisme di sebuah surat kabar berbahasa Inggris Saudi Gazette sebagai seorang koresponden.

Kemudian dia bekerja di surat kabar Asharq Al-Awsat yang berbasis di London dan Saudi. Di samping itu, selama delapan tahun ia juga menulis di koran Pan-Arab Al-Hayat. Pada 1999, Jamal menjadi Wakil Editor Arab News. Dia juga pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi di koran Al-Wathan, namun diberhentikan tanpa alasan jelas pada 2003.

Karir Jamal semakin meroket. Dikutip Aljazeera, Senin (8/10),Ia kemudian menjadi penasihat media untuk Pangeran Turki bin Faisal, yang merupakan mantan kepala Direktorat Intelijen Umum Arab Saudi dan menjabat sebagai duta besar Saudi untuk AS.

Pada 2007, posisi Jamal di Al-Wathan sebagai editor dipulihkan kembali. Akan tetapi, pada 2010 dia dipecat lagi karena ‘mendorong batas-batas perdebatan pada masyarakat Saudi.’ Pada tahun yang sama, Jamal ditunjuk sebagai manajer umum saluran berita Al Arab, yang dimiliki oleh Pangeran Alwaleed bin Talal dan dioperasikan dari Manama, Bahrain. Tapi pada 2015, saluran ini ditutup.

Selepas itu, Jamal Khashoggi banyak menulis dan berkomentar terkait dengan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat di Saudi, utamanya setelah banyak aktivis yang ditangkap. Kebijakan-kebijakan Putera Mahkota Muhammad bin Salman juga tidak luput dari kritikannya.

Jamal Khashoggi juga mengkritik kebijakan Saudi yang menyebut Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris pada September 2017 silam.  Tidak hanya menulis untuk koran lokal, Jamal juga menjadi penulis kolom di The Washington Post dengan topik yang sama. 

Karena sikapnya yang begitu kritis, keberadaan Jamal Khashoggi di Saudi semakin genting dari hari ke hari. Akhirnya, tahun lalu ia pindah ke Washington DC setelah ‘diperintahkan untuk tutup mulut.’ 

Terbunuh di Konsulat Saudi

Pada Selasa 2 Oktober lalu, Jamal Khashoggi bersama tunangannya Hatice Cengiz mendatangi Konsulat Arab Saudi di Istanbul Turki untuk mengurus dokumen pernikahannya. Pada saat Jamal masuk ke dalam pada pukul 13.00, Hatice menunggu di luar karena tidak diizinkan masuk menemani tunangannya itu. Pihak Konsulat juga melarang Jamal membawa teleponnya ketika masuk karena alasan prosedural.

Sekitar pukul 16.00, Hatice yang berada di luar gedung Konsulat khawatir karena Jamal Khashoggi tak kunjung keluar. Ia kemudian bertanya kepada siapapun yang ada di luar Konsulat, namun mereka menjawab bahwa Jamal Khashoggi telah keluar gedung. 

Karena ada sesuatu yang janggal, akhirnya Hatice melaporkan hilangnya Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul ke kepolisian setempat. Ia juga menghubungi penasihat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sebagaimana pesan Jamal Khashoggi sebelum masuk ke Kedutaan, yakni jika terjadi apa-apa maka hubungi penasihat Presiden Erdogan. 

Pihak Turki menyatakan bahwa Jamal Khashoggi meninggal di Kedutaan. Sang jurnalis dibunuh oleh 15 orang agen khusus yang didatangkan langsung dari Saudi pada hari itu juga. Tidak hanya itu, pembunuhan Jamal telah direncanakan dan jenazahnya dimutilasi.

“Dia telah dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong,” kata Kepala Asosiasi Media Arab-Turki, Turan Kislakci, dilansir The New York Times, Ahad (7/10). 

Namun, tuduhan itu dibantah ramai-ramai oleh para pejabat tinggi Saudi seperti Saudi seperti Putra Mahkota, Konsul Jenderal (Konjen) Arab Saudi di Istanbul, Mohammad Al-Otaibi, dan lainnya. Al-Otaibi menyebutkan, Jamal Khashoggi telah keluar dari gedung Konsulat beberapa jam setelah ia masuk.

“Saya juga ingin mengonfirmasi bahwa Jamal tidak ada di konsulat maupun di Kerajaan Arab Saudi, dan pihak Konsulat juga Kedutaan Besar berupaya untuk mencarinya,” kata Al-Otaibi, dikutip dari laman Arab News, Senin (8/10).

Pihak Saudi terus memberikan sangkalan terkait hilangnya Jamal Khashoggi. Mereka tetap keukeuh bahwa Jamal Khashoggi sudah keluar, tidak tewas sebagaimana yang dituduhkan pihak Turki.

Namun demikian, penyangkalan tersebut berubah menjadi pengakuan setelah 18 hari berlangsung. Pada Sabtu, (20/10), Otoritas Saudi mengakui bahwa Jamal Khashoggi meninggal di Konsulat setelah terlibat aksi perkelahian dengan orang di dalam Konsulat.

Pernyataan ini didasarkan pada hasil penyelidikan yang telah dilakukan pihak Saudi. Jaksa Agung Saudi Sheikh Saud al-Mojeb mengatakan, Jamal Khashoggi tewas setelah ‘diskusi’ dengan orang-orang di Konsulat. Namun diskusi tersebut berubah menjadi pertengkaran. 

“Investigasi masih terus berlangsung dan 18 warga Saudi telah ditangkap," kata al-Mojeb, dilansir laman Aljazeera, Sabtu (20/10), sebagaimana diberitakan kantor berita resmi Kerajaan, SPA.

Namun demikian, Saudi tidak menyebutkan secara detil tentang kematian Jamal Khashoggi, termasuk keberadaan jenazah Jamal Khashoggi yang tidak diketahui hingga saat ini. (Red: Muchlishon)


Terkait