Internasional

Perihal Larangan Penyembelihan Hewan secara Halal di Belgia

Kam, 24 Januari 2019 | 05:45 WIB

Perihal Larangan Penyembelihan Hewan secara Halal di Belgia

Muslim Belgia (ist)

Awal tahun 2019, umat Islam dikejutkan dengan pemberitaan larangan penyembelihan hewan secara halaldan kosher di Belgia. Tentang bagaimana sebenarnya aturan ini diberlakukan di negara itu, alasan historis yang melatarbelakanginya, dampak yang timbul dari pemberlakuan aturan tersebut, serta peluang dan alternatif yang memungkinkan untuk menyikapi larangan tersebut, dibahas tuntas dalam webinar yang diselenggarakan oleh Lembaga Pertanian dan Lingkungan Hidup (LPLH) Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda.

Webinar yang diselenggarakan pada 18 Januari 2019 lalu ini dimoderatori oleh Ketua LPLH PCINU Belanda Achmad Sahri, menghadirkan Koordinator Kajian Bidang Peternakan LPLH Eko Nugroho, dan Peneliti Halal di KU Leuven-Belgia Dr Ayang Utriza Yakin. 

Eko Nugroho menuturkan bahwa selain Belgia, Belanda dan Jerman juga pernah mewacanakan pemberlakuan aturan penyembelihan hewan secara ritual keagamaan beberapa tahun belakangan, namun secara mengejutkan ternyata otoritas Belgia lebih dulu menerapkannya. Menurut Kandidat Doktor di Agricultural Economics and Rural Policy - Wageningen University and ResearchBelanda ini, aturan ini buah dari gerakan yang diperjuangkan oleh penggiat hak-hak kesejahteraan hewan (animal welfare).

Menurut peraturan yang berlaku secara umum di Uni Eropa, hewan harus dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih. Para aktivis hewan mengklaim, cara itu tidak menyakiti hewan dibandingkan dengan penyembelihan secara halal atau kosher.Bagi para aktivis ini, penyembelihan hewan secara ritual ini adalah isu yang seksi dan layak diperjuangkan.Meski sebenarnya Eko melihat isu ini lebih bersifat politis. Mereka tidak berani mengatakan secara vulgar karena meyangkut hak asasi manusia (HAM), sehingga mengalihkannya kepada isu hak perlindungan hewan yang sebenarnya juga melanggar konstitusi mereka sendiri tentang kebebasan menjalan agama di Belgia.

Untuk lebih memahami masalah larangan penyembelihan hewan secara ritual ini, Ayang Utriza Yakin memulai webinar dengan membedahnya dari sisi historis. Aturan penyembelihan secara ritual keagamaan sudah diatur oleh Pemerintah Belgia sejak tahun 1948, kemudian diperbaharui pada tahun 1990an. Dalam aturan tersebut, ada satu pasal khusus tentang pemingsanan hewan (stunning) sebelum disembelih, juga pengecualiaan tentang dibolehkannya penyembelihan menurut ritual keagamaan.

Aturan lama tersebut masih memberikan ruang yang leluasa bagi Muslim dan Yahudi untuk mempraktekkan ajaran yang diyakini masing-masing. Yang menjadi masalah kemudian adalah ketika aturan baru tentang penyembelihan yang diterapkan oleh negara bagian Flanders (utara Belgia) awal tahun 2019 ini mensyaratkan semua penyembelihan hewan harus dengan stunning, tanpa pengecualian, termasuk bagi praktek penyembelihan secara ritual.

Masih menurut Ayang, aturan ini juga akan diterapkan oleh negara bagian Wallonia (selatan Belgia) pada pertengahan tahun 2019. Bisa dipahami, karena di dua negara bagian ini banyak ditemukan peternakan. Sementara di negara bagian Brussels, belum ada wacana pemberlakuan aturan ini, karena sebagian besar wilayahnya adalah pemukiman, dan hampir tidak ada peternakan. Namun, otoritas di negara bagian Brussels bersedia menyediakan pelatihan cara penyembelihan dengan stunning kepada peternak atau rumah pemotongan hewan (RPH) yang membutuhkan di seluruh Belgia. 

Lebih lanjut, Ayang menuturkan bahwa tanggapan masyarakat Muslim di Belgia terhadap aturan ini sebenarnya biasa-biasa saja. Hanya pemberitaan media yang terdengar riuh. Hal ini disebabkan karena penerapan aturan ini juga belum begitu jelas. Misalnya, jika ada pelanggaran aturan karena penyembelihan tidak menggunakan stunning, siapa yang harus dihukum atau diberi sanksi, apakah orang yang menyembelih (tukang jagal) atau RPH yang bersangkutan. Detail teknis penegakan humum seperti, lembaga penegak hukum mana yang harus menjalankan, apakah polisi langsung datang, atau melalui delik aduan, juga belum begitu jelas. Paling tidak, selama tiga minggu sejak berlakunya aturan ini, belum ada kasus yang dilaporkan.

Ayang berpendapat, dengan pemberlakuan aturan ini, Muslim di Belgia masih bersikap biasa-biasa saja, karena persediaan daging halal belum terkendala. Bahkan jika pengetatan aturan terus berlanjut di Belgia, akan membuka peluang bisnis baru. Masyarakat akan membeli daging dari negara bagian lain yang tidak memberlakukan aturan itu, atau mengimpornya dari negara tetangga seperti Perancis, Belanda, dan Spanyol. Sebagaimana diketahui, Spanyol dan Perancis adalah dua negara pengekspor daging halal terbesar di Eropa. Daging halal yang murah juga dapat dibeli dari negara-negara Eropa timur.

Masih menurut akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, yang paling terdampak dari penerapan aturan ini justru para pedagang atau pemilik toko dan peternak di Belgia. Konon, salah satu penentang aturan ini justru para peternak di Belgia yang berpotensi mengalami kerugian ekonomi. Ayang menuturkan ketersediaan daging halal akan tetap aman, walaupun sedikit terganggu, asalkan aturan ini tidak melarang perdagangan atau distribusi daging halal.

Karena jika pengetatan aturan ini sampai pada pengaturan distribusi produk, akan menyebabkan konflik sosial yg besar. Pelarangan distribusi berdampak pada harga produk yang mahal, karena tidak dapat diproduksi secara lokal dan harus diimpor. Ayang meyakini, aturan ini tidak akan diberlakukan, mengingat risiko dan pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi yang begitu besar.

Aturan ini juga akan berdampak bagi perekonomian Belgia secara lebih luas, mengingat negara ini adalah eksportir produk halal ke negara teluk kaya (Oman, Uni Emirat Arab, dan Qatar) yang cukup diperhitungkan. Ekonomi dan politik dagang international Belgia yang selama ini memasok produk halal ke negara Timur Tengah dan Afrika Muslim akan dipertaruhkan. 

Penyembelihan dengan Stunning: Fiqih Kontemporer

Ayang menjelaskan lebih lanjut masalah ini dari sisi fiqih kontemporer. Secara umum, stunning dapat dikategorikan menjadi dua: reversible dan irreversible. Reversible stunning adalah teknik yang diterapkan untuk memingsankan hewan, namun tidak sampai menyebabkan kematian, dan hewan akan hidup lagi setelah efek pemingsanan hilang. Sementara irreversible stunning menyebabkan hewan mati akibat pemingsanan.

Sebagian besar organisasi ulama termasuk MUI, Jakim Malaysia dan lembaga fatwa Eropa berpendapat bahwa irreversible stunning adalah haram, karena hewan mati sebelum sempat disembelih menurut syar’i. Namun, ada sebagian kecil ulama yang membolehkan irreversible stunning, seperti Al-Hafiz Basheer Ahmad Masri, ulama Inggris asal Pakistan yang juga alumni Al-Azhar Mesir yang menulis buku Animal Welfare in Islam

Sementara untuk teknik reversible stunning, ada dua pendapat. Ada sebagian ulama yang membolehkan dengansyaratyang ketat, misalnya pemingsanan menggunakanlistrik dengan kekuatan tertentu yang tidak menyebabkan hewan mati sebelum disembelih. Praktik ini sangat sulit diterapkan dan dievaluasi terutama menilai bagaimana hewan masih hidup atau sudah mati setelah dipingsankan. Sebagian ulama yang lain tidak membolehkan.

Pendapat terakhir inilah yang dipakai oleh sebagian besar lembaga sertifikasi halal di Belgia. Mereka menolak stunning meskipun kategorireversible sekalipun.The Executive of the Muslims of Belgium (EMB), organisasi muslim yang diakui dan diperhitungkan di Belgia misalnya,memfatwakan bahwa stunning, meskipun reversibletidak dapat diterima.

Berbeda dengan umat Islam yang terpecah pendapatnya karena perbedaan pendapat ulamanya, organisasi Rabi Yahudi di Eropa secara bulat satu suara bahkan kelompok Yahudi yang moderat sekalipun menolak keras aturan stunning untuk kosher. Saat ini mereka sedang mengajukan gugatan terhadap aturan ini ke Mahkamah Konstitusi Belgia.

Di sisi lain, Dewan Pertimbangan Agung Belgia menghargai penyembelihan secara ritual dengan alasan penghormatan atas HAM, yaitu hak menjalankan keyakinan. Sayangnya Dewan Pertimbangan Agung hanya dapat menyampaikan pandangan hukum, bukan memutuskan perkara hukum. Ujung tombak perjuangan pembatalan aturan ini tetap ada di Mahkamah Konstitusi. Saat ini semua pihak sedang menunggu keputusan. Sayangnya, menurut Ayang reaksi umat Islam terhadap aturan ini dianggap terlalu berlebihan. 

Alternatif

Polemik aturan larangan penyembelihan secara ritual keagamaan sebenarnya dapat diselesaikan jika organisasi muslim atau lembaga sertifikasi di Belgia mau mengadopsi aturan stunning kategori reversible, seperti yang difatwakan MUI dan Jakim Malaysia, meskipun standarnya juga masih diperdebatkan. Ke depan, riset yang mendesak untuk dilakukan antara lain menemukan teknik yang tepat agar stunning yang diterapkan masih tergolong reversible, termasuk menetapkan standar bagaimana menilai hewan masih hidup ketika dipingsankan, sehingga hewan dapat disembelih dalam keadaan masih hidup sesuai ketentuan syar’i. 

Implikasi bagi Eropa

Jika tren aturan pelarangan penyembelihan hewan secara ritual keagamaan ini terus berlanjut di seluruh negara Eropa, maka Muslim di Eropa bersiap menempuh upaya advokasi dengan menggunakan isu HAM (kebebasan beragama). Mereka juga harus mampu mengkaji persoalan ini dari sudut pandang ekonomi politik yang lebih luas. Disadari atau tidak, diduga ada persoalan tata niaga daging di Eropa dibalik isu penyembelihan halal ini.


Laporan Achmad Sahri, Awardee of Endowment Fund for Education (LPDP) Indonesia; PhD Marine Animal Ecology at Wageningen University, Netherland

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Terkait