Nasional

9 Hal Ini Dilakukan Ketua PWNU NTB Sebelum Wafat

Senin, 15 Oktober 2018 | 09:00 WIB

9 Hal Ini Dilakukan Ketua PWNU NTB Sebelum Wafat

TGH Achmad Taqiuddin Mansur

Wafatanya Ketua PWNU Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH Achmad Taqiuddin Mansur pada Rabu 10 Oktober 2018 lalu, menyisakan duka mendalam bagi warga NU, khususnya di Pulau Lombok. Sebab, pikiran dan amalnya selalu dikaitkan dengan NU dan warganya. 

Berdasarkan penelusuran NU Online ada 9 hal yang dilakukan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Manshuriyah Ta'limusshibyan Bonder, Lombok Tengah sebelum meninggalkan dunia yang fana ini. 

1. Menelpon Rais Suryiyah PCNU Lombok Tengah 
Rais Syuriah PCNU Lombok Tengah TGH Ma'arif Makmun Diranse saat takziah pada hari pemakaman almarhum menceritakan bahwa dirinya mendapat panggilan telepon. Panggilan telepon tersebut dari almarhum.  

"Sebelum meninggal saya ditelepon, tapi tidak sempat diangkat dan karena itu, saya masih penasaran apa yang mau disampaikan sama saya," ujarnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Manhalul Ma'arif Darek, Kecamatan Praya Barat Daya, Lombok Tengah ini menyampaikan, almarhum adalah guru kita semua. 

“Semasa hidup dan saat-saat bersamanya tidak pernah membicarakan apa  pun selain pengembangan NU di Nusa Tenggara Barat,” katanya. 

2. Jangan hilang-hilang! Sering-sering ke UNU! 
H Marinah Hardi adalah sahabat karibnya dari sejak muda. Mulai dari merintis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Mataram, Gerakan Pemuda Ansor NTB hingga sama sama berjuang di NU NTB, serta membesarkan SMA Al-Ma'arif Kota Mataram.

Marinah menceritakan, sekitar empat hari sebelum almarhum meninggal, dirinya ditelepon. Sebelum mengangkat telepon, terbersit di dalam hatinya sebentuk tanya, “tumben sekali temannya itu menelepon sepagi ini. 

"Jangan hilang-hilang! Sering-sering ke UNU!" ungkap almarhum dari saat panggilan telepon itu diangkat Marinah.

Marinah bersaksi bahwa temannya itu, Tuan Guru Taqiuddin, hampir separuh hidupnya untuk NU sejak dulu. 

“Tidak kita ragukan lagi,” ujarnya.

3. Menjadi Inspektur Upacara Apel Senin
Pada hari Senin tanggal 8 Oktober 2018, tepatnya tiga hari sebelum meninggal, almarhum berkeliling ke ruang asrama putra dan putri untuk meminta semuanya agar ikut apel tanpa terkecuali, termasuk para guru yang ada di lingkup Pondok Pesantren Al-Mansuriah Bonder yang dipimpinnya. 

"Dan saat apel itu ternyata hari terakhir beliau menjadi inspektur upacara apel Senin," ujar Kepala SMA Al Ma'arif Al Mansuriah Bonder Ustadz Abd. Rahim.

4. Tidak Bisa Memakai Mobil Baru
Tiga hari sebelum meninggal almarhum bercerita kepada Retno Senopati bahwa dirinya punya mobil baru. 

"Tapi sayang, saya tidak bisa memakainya," kisah Retno yang pernah menjadi ajudan almarhum sebelum Retno menjadi Ketua Bawaslu Lombok Timur.

5. Minta Dibawakan 10 Sekop dan 10 Cangkul
Selamat Subroto yang sehari-hari di aula NU bertugas sebagai klaster logistik di NU Peduli Korban Gempa Lombok mendapat pesan khusus dari almarhum. Pesan tersebut adalah minta dibawakan 10 linggis dan 10 sekop. Kebetulan almarhum meninggal pada hari Rabu tanggal 10 bulan 10.

Pesan almarhum itu kembali diperkuat oleh Sadim (sopir almarhum) via telepon yang mengatakan, “Ingat pesan Bapak (tentang 10 sekop dan 10 cangkul), Bang," cerita Subroto di hari pemakaman almarhum. 

6. Meminta Santri untuk Membersihkan Pondok
Selasa pagi (9/10) almarhum meminta para santrinya untuk membersihkan lingkungan pondok pesantren. Mulai mimbar, halaman, hingga kamar-kamarnya. 

"Cepetan kalian bersihkan semua karena besok akan ada tamu-tamu besar datang ke sini," pinta almarhum. 

Ternyata benar keesokan harinya, para tamu berdatangan untuk bertakziyah, mulai dari unsur pemerintahan, TNI dan Polri, tokoh masyarakat dan lintas ormas, serta puluhan ribu Nahdliyin. Kamar yang dibersihkan oleh santrinya pun adalah tempatnya memandikan jenazahnya.

7. Memantau Kolam Lele 
Selasa sore almarhum meminta dibonceng Asmak (bagian perkebunan pondok pesantren) dengan menggunakan sepeda motor ke sawah untuk melihat kolam yang akan dijadikan tambak ikan lele.

8. Memeriksa Bangunan yang Ada di Lingkungan Pesantren
Selasa sore almarhum berkeliling di lingkungan pondok pesantren sambil memeriksa semua bangunan. Mulai dari mimbar, gedung-gedung madrash, gedung asrama putra-putri hingga toilet umum milik pesantren.

9. Semua Santri Dikumpulkan di Masjid 
Keponakan almarhum, Ustadz Saifullah menceritakan pada Selasa malam, almarhum mengajar para santri di masjid. Pada saat itu, ia meminta semuanya harus berkumpul. Bahkan satu per satu santri dicek kehadirannya. Jika ada yang tidak hadir, ia memminta untuk mencarinya agar hadir. (Hadi/Abdullah Alawi)



Terkait