Jakarta, NU Online
Indonesia merupakan negara bangsa yang terdiri dari berbagai agama, suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keberagaman tersebut harus dibangun dengan setiap keyakinan atau agama yang dianut oleh suatu bangsa untuk menciptakan perdamaian mengingat perbedaan agama saat ini sering dijadikan pemicu tindakan intoleransi.
Pembahasan itu muncul ketika Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Somantri menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Kuliah Umum yang diselenggarakan oleh Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Indonesia dan Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta, Senin (5/9) di Gedung PBNU Jalan Kramat Raya Jakarta.
Ia menyampaikan orasi ilmiah bertema Pancasila dan Kesadaran Politik agar para mahsiswa dan generasi muda pada umumnya memahami bahwa peran individu dalam sebuah bangsa sangat diperlukan agar dasar negara Pancasila yang menjunjung tinggi persatuan dapat diteguhkan di tengah intoleransi dan radikalisme global.
“Dalam konteks masyarakat terglobalisasi di abad 21, agama dan keberagaman di Indonesia harus dibangun ke arah yang mencerminkan bahwa bangsa Indonesia mencintai perdamaian,” ujar Gumilar.
Sebab itu, menurutnya, tantangan generasi muda yang kompleks membuat Pancasila harus dirumuskan secara tepat untuk mereka di era teknologi global saat ini untuk membangun kesadaran politik kebangsaan. Langkah ini dilakukan agar Pancasila dapat dipahami secara kontekstual, yakni bagaimana mereka mengimplementasikan rasa cinta tanah air, nasionalisme, kesadaran dan tanggung jawab politik yang mementingkan orang banyak.
“Barangkali hal ini akan menjadi agenda penting dalam upaya kita membangun kesadaran politik generasi muda dengan mendasarkan diri pada kekuatan Pancasila,” terang mantan Rektor UI ini.
Lebih jauh dia menegaskan, bangsa Indonesia perlu untuk selalu mengedepankan nilai-nilai humanisme, penuh empati, dan adil. Karena moralitas ini merupakan modal untuk menjadi bagian dari peradaban maju di muka bumi. “Sebab itu, persatuan dan sinergi hendaknya menjadi agenda pokok dalam rangka membangun kekuatan bersama untuk meraih cita-cita negara,” jelas alumni Universiteit Bielefeld, Jerman ini.
Dalam kuliah umum ini, hadir Rektor UNU Indonesia (Unusia) M. Maksoem Mahfoedz, Ketua STAINU Jakarta Syahrizal Syarif, Katib Syuriyah PBNU yang juga Ketua Badan Pelaksana Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BPPTNU) KH Mujib Qulyubi, segenap dosen Unusia dan STAINU Jakarta, serta para mahasiswa dari dua perguruan tinggi NU tersebut. (Fathoni)