Jakarta, NU Online
Tenaga Ahli Bawaslu RI Masykurudin Hafidz mengatakan bahwa politisasi agama dalam bentuk hoaks dan konten ujaran kebencian pada konteks politik sudah lazim di media sosial. Politisasi agama ini, kata Masykur, sudah sampai pada taraf menggangu kenyamanan masyarakat.
Demikian disampaikan Masykur dalam diskusi terbatas bersama Lembaga Bahtsul Masail PBNU di Jakarta, Kamis (17/1) sore, dalam rangka persiapan Munas NU 2019.
Kita, kata Masykur, tadi bertemu dengan Kominfo, polisi, BIN, facebook, dan twitter atas kemungkinan respon orang perihal perbincangan terhadap debat capres cawapres. Yang menjadi perhatian utama itu respon publik
“Jadi jangan kaget kalau nanti ada status terkait politisasi agama di akun medos kita menghilang karena Kominfo dan fesbuk akan menghapusnya,” kata Masykur.
Ia menambahkan bahwa ujaran kebencian hoaks dan fitnah serta suasana kebencian dalam 40 hari ke depan akan terasa karena semakin jelang pilplres. “Substansi debat tidak lagi penting. Yang kita kawal justru respon masyarakat atas debat tersebut,” kata Masykur.
Penghapusan status medsos yang mengandung hoaks dan ujaran kebencian dalam suasana politik seperti ini memiliki alur kerja sistematis yang meliakan Bawaslu, Kominfo, dan pihak faebook serta twitter.
Menurutnya, dalam satu tahun ke depan, ada situasi politik dalam arti elektoral. Setelah pertengahan April, nanti ada lagi pilkada serentak ketiga.
“Meski pemilihan pertengahan April, kita tahu pemenang. Tetapi pemimpin baru kita baru dapat Oktober karena bulan Oktober ini pelantikannya. Artinya, dari April sampai Oktober perbincangan politik akan terus berlangsung,” kata Masykur. (Alhafiz K)