Nasional

Beda Gus Dur dan Ben Anderson dalam Memandang Indonesia

Rabu, 23 Januari 2019 | 14:30 WIB

Beda Gus Dur dan Ben Anderson dalam Memandang Indonesia

Diskusi Buku Gus Dur: Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka

Jakarta, NU Online
Setelah selama 27 tahun dilarang masuk, Ben Anderson kembali ke Indonesia dan menyampaikan bahwa Indonesia mestinya ditempatkan sebagai sebuah proyek bersama untuk masa depan, bukan warisan nenek moyang masa lalu.
 
"Indonesia adalah proyek bersama untuk masa depan," kata Riwanto Tirtosudarno, pensiunan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), mengutip pernyataan Ben Anderson, saat diskusi buku Gus Dur: Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka di Griya Gus Dur, Jalan Taman Amir Hamzah, Pegangsaan, Jakarta, Rabu (23/1).
 
Riwanto melihat Gus Dur tidak punya pemikiran yang sama. Bahkan, lanjutnya, Gus Dur tidak sekadar memikirkan Indonesia, tetapi sudah lebih jauh dari itu, yakni terlibat langsung dalam proyek pembangunan Indonesia
 
"Sejak awal terlibat dalam proyek, besar atau kecil, untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama tanpa melihat latar belakang etnis dan agamanya," katanya.
 
Keterlibatan Gus Dur dalam pembangunan itu sampai pada posisinya sebagai orang nomor satu di negerinya. Sebagai pemimpin yang muncul di tengah ketegangan masyarakat, ia harus mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan tuntutan merdeka Aceh dan Papua, provinsi paling barat dan paling timur Indonesia.
 
Sejak dulu, ia sensitif dengan permasalahan yang ada di sekitarnya. Kesensitifan itu ia olah dalam pemikirannya dan dituangkan ke dalam tulisannya di berbagai media.
 
"Banyak menuliskan pemikiran-pemikirannya dalam berbagai media; koran, jurnal ilmiah, makalah seminar," katanya.
 
Gus Dur, jelas Riwanto, berangkat dari dunia pesantren. Dari situ, ia mampu membaca karya-karya yang berpengaruh di kancah internasional. Lebih dari itu, ia juga bisa menyampaikan hasil bacaannya itu ke bahasa yang dimengerti oleh masyarakat.
 
"Mampu menerjemahkan pikiran-pikiran yang berkelas dunia ke publiknya yang merupakan masyarakat awam," katanya.

Diskusi itu juga menghadirkan narasumber lain, yakni Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Timur era Gus Dur Manuel Kaisiepo dan penulis buku Ahmad Suaedy.

Kegiatan ini juga diikuti oleh berbagai kalangan, dari pensiunan pilot, desainer, dokter yang pernah bertugas di Papua, dan mahasiswa (Syakir NF/Muhammad Faizin)


Terkait