Nasional

Gemasaba Serukan Sejarah Resolusi Jihad Masuk Kurikulum Sekolah

Kamis, 15 November 2012 | 04:33 WIB

Jakarta, NU Online
Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba) menyerukan pelurusan sejarah resolusi jihad sebagai wujud penghargaan atas jasa para pahlawan negeri ini. <>

Ketua umum DPN Gemasaba, Ghozali Munir mengatakan, bangsa ini masih belum bisa menghargai jasa para pahlawannya karena terbukti fakta sejarah “resolusi jihad” tidak pernah disampaikan secara utuh dalam buku-buku pelajaran di sekolah.

Pada peringatan hari pahlawan yang diselenggarakan di kampus II Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (12/11) malam, organisasi sayap kemahasiswaan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengundang ketua umum PBNU KH Said Aqil Siraoj untuk memberikan kuliah umum tentang fakta sejarah resolusi jihad yang menjadi cikal bakal dari peristiwa 10 November 1945 di hadapan 1500 undangan dari berbagai kampus se-Jabodetabek. 

“Sayangnya, Resolusi Jihad NU sengaja dilupakan dengan cara yang sistematis. Sejarah bangsa ini belum pernah ditulis secara resmi, termasuk peran alim ulama. NICA (pemerintah sipil Hindia Belanda) memberi kabar akan mengurus tentara Belanda yang dipenjara oleh Jepang. Tapi ternyata NICA membawa persenjataan lengkap, termasuk Brigjen Inggris Mallaby” kata Ketua Umum PBNU KH. Said Agil Siroj dalam orasi budaya “Resolusi Jihad NU”.

Sementara itu Ketua Fraksi PKB DPR RI yang juga Ketua Dewan Pembina Gemasaba Marwan Jafar, menyatakan, peringatan hari pahlawan dan resolusi jihad ini sangat penting untuk mengungkap fakta sejarah di balik peristiwa 10 November 1945 di Surabaya karena selama ini telah terjadi distorsi sejarah.

“Resolusi jihad yang menjadi cikal bakal peristiwa 10 November 1945 harus disampaikan ke generasi muda agar mereka bisa mengetahui fakta sejarah yang sebenarnya dan juga agar bisa digunakan sebagai teladan anak cucu kita di masa depan ” tegasnya.

Menurut Marwan Jafar, berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilepaskan dari perjuangan dahsyat dan peran besar para ulama dan kaum santri namun tenyata sejarah tidak pernah berkata jujur tentang peran laskar santri yang terhimpun dalam Hizbullah maupun laskar kiai yang tergabung dalam Sabilillah, dalam berperang melawan bangsa penjajah. 

“Peran kaum santri sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini namun sangat disayangkan kenapa sejarah peran kaum santri dalam melawan penjajah tidak banyak diketahui generasi muda bangsa karena sekolah tidak pernah mengajarkannya secara utuh” tegas Marwan Jafar.

Ketua umum DPN Gemasaba, Ghozali Munir menambahkan, berdasarkan catatan sejarah, Laskar Hizbullah berada di bawah komando spiritual KH. Hasyim Asy’ari dan secara militer dipimpin oleh KH. Zainul Arifin. Adapun laskar Sabilillah dipimpin oleh KH. Masykur. Konon, pemuda pesantren dan anggota Ansor NU (ANU) adalah pemasok paling besar dalam keanggotaan Hizbullah. Peran kiai dalam perang kemerdekaan ternyata tidak hanya dalam laskar Hizbullah-Sabilillah saja, tetapi banyak diantara mereka yang menjadi anggota tentara PETA (Pembela Tanah Air). Menurut hasil penelitian Agus Sunyoto, dari enam puluh bataliyon tentara PETA, hampir separuh komandannya adalah para kiai.

Hizbullah dan Sabilillah adalah laskar rakyat paling kuat yang pernah hidup di bumi Indonesia. Meskipun dalam sejarah, keberadaan laskar tersebut disisihkan. Buktinya, perjuangan mereka tidak ditemukan dalam museum-museum di Indonesia tetapi malah terdapat di museum negara Belanda.

“Gemasaba-PKB mendesak pemerintah agar fakta sejarah resolusi jihad segera dimasukkan dalam kurikulum mata pelajaran di semua sekolah dan perguruan tinggi agar tidak terjadi penyembunyian dan penghianatan fakta sejarah para pahlawan dan syuhada yang telah gugur membela kemerdakaan negeri ini” tandas Ghozali.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Muhammad Sofwan


Terkait