Surabaya, NU Online
Menyongsong haul Pahlawan Nasional dari NU KH Zainul Arifin, cucu KH Zainul Arifin, Eri Nooralamsyah Arifin, jadi bernostalgia dengan Kang Dery, Komandan Paspampres.
Eri Nooralamsyah Arifin saat ini adalah General Manager sebuah hotel berbintang di Surabaya, Jawa Timur. Sementara Kang Dery merupakan Komandan Paspampres yang sekitar 50 anggotanya menginap di hotel yang dipimpinnya itu sebagai tim pengamanan kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Kota Pahlawan, Surabaya, Sabtu (29/1).
Kala itu Presiden dijadwalkan antara lain menghadiri pengukuhan Ketum Pergunu, KH Asep Saifuddin Chalim sebagai Guru Besar bidang Sosiologi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA).
Baca:
Nostalgia dan obrolan terjadi, pasalnya Pasukan Pengamanan Presiden tersebut pembentukannya terkait pula dengan peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno saat melaksanakan Shalat Idul Adha 14 Mei 1962 yang meleset. Serangan itu mengenai Ketua DPRGR KH Zainul Arifin lalu membuatnya tersungkur ke atas sajadah bersimbah darah.
Spontanitas Pemuda
Di awal kemerdekaan, beberapa pemuda jebolan kesatuan Tokomu Kosakutai (Pasukan Polisi Istimewa) dan para mantan anggota PETA (Pembela Tanah Air) mengajukan diri sebagai kelompok pengawal pribadi Presiden dan pengawal istana.
Kelompok ini kemudian dikembangkan sebagai organisasi Detasemen Kawal Pribadi yang ditugasi menjaga keselamatan Kepala Negara. Kelak Detasemen ini tercatat beberapa kali berhasil menyelamatkan nyawa Sukarno dari kelompok-kelompok yang mencoba untuk membunuhnya.
Tahun Kelabu
Sepanjang tahun 1962, beberapa kali percobaan pembunuhan diarahkan kepada Sukarno. Di Makassar, 7 Januari 1962, mobil yang ditumpangi Presiden untuk berpidato di GOR Mattoanging dilempari granat. Meskipun granat melenceng dari mobil yang dituju, beberapa anggota masyarakat yang menyambut Kepala Negara di pinggir jalan terluka kena ledakan.
Empat bulan kemudian, 14 Mei 1962 kemudian terjadilah peristiwa Shalat Idul Adha berdarah di Lapangan Istana Negara. Ketika imam Ketua PBNU, KH Idham Chalid bangkit dari rukuk hendak ber-takbiratulilhamd, pembokong meletuskan peluru dari pestolnya.
Dengan sigap, Sudarjat, anggota DKP yang bertugas mengamankan Sukarno dengan sholat tepat di belakangnya spontan berbalik badan senyampang mencabut pestol. Dor! Tembakan kedua dari penembak gelap telanjur duluan melukai dadanya. Sedangkan, Susilo rekannya yang juga berusaha meringkus teroris tersebut juga terkena peluru di bagian kepalanya.
Peluru juga melesat mengenai bahu KH Zainul Arifin dan leher KH Idham Chalid. Zainul Arifin tidak pernah sembuh total dari luka di bahunya hingga wafatnya sepuluh bulan setelah keluar masuk rumah sakit.
Dari Cakrabirawa ke Paspampres
Peristiwa Shalat Idul Adha Berdarah membuat Jenderal AH Nasution selaku Panglima TNI mengusulkan dibentuknya suatu pasukan khusus yang lebih solid dalam bertugas menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya. Sukarno menamakan pasukan ini Resimen Cakrabirawa, diambil dari nama senjata pamungkas Batara Kresna dalam cerita wayang.
Sebulan setelah tragedi itu, bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden tanggal 6 Juni 1962 kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa diresmikan berdasar Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962. Resimen mendapat tambahan anggota-anggota terbaik dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian.
Zaman pemerintahan Soeharto, dibentuk badan dinamai Paswalpres (Pasukan Kawal Presiden) yang kemudian disempurnakan menjadi Paspampres hingga saat ini. Lembaga ini berkedudukan di bawah Panglima TNI dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia, serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi. Selain itu bertugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik di lingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar.
Kontributor: Ario Helmy
Editor: Kendi Setiawan