Tangerang Selatan, NU Online
Gerakan ekstremisme menguat seiring berkembangnya waktu. Hal itu ditandai dengan berbagai aksi terorisme di berbagai belahan dunia, seperti Selandia Baru dan Sri Langka akhir-akhir ini.
Moderasi beragama menjadi tumpuan yang senantiasa digelorakan. Paham demikian ini tidak memisahkan antara paham keagamaan dan konteks sosial historis tempat tinggal masyarakatnya. Keduanya bisa saling berintegrasi.
"Keislaman kita itu tidak perlu dipertentangkan dengan keindonesiaan," kata Azyumardi Azra, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat dalam Talkshow Ramadhan dengan tema Masa Depan Moderatisme Islam di Kampus di Masjid Al-Jamiah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda No. 95, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (23/5).
Indonesia, katanya, tidak sama dengan negara-negara lainnya yang memposisikan perempuan sebagai warga kelas dua. Ia menceritakan pengalamannya mengantar Pangeran Charles ke Masjid Istiqlal. Menurutnya, putra Ratu Elizabeth itu kaget melihat perempuan memiliki tempat yang sama di dalam masjid tersebut.
"Public Space itu setara," ucap pria yang mendapat gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris tersebut.
Bahkan, lanjut Azyumardi, pembacaan Al-Qur'an tadi dilantunkan oleh qariah, seorang mahasiswi. Hal tersebut tidak ada di negara-negara Arab. "Di negara Arab tidak boleh qariah baca Qur'an (di depan umum), karena suara perempuan dianggap aurat," ujarnya.
Azyumardi juga menjelaskan bahwa pelaksanaan agama di Indonesia ini didasarkan atas kesukarelaan. Muslimah Indonesia mengenakan kerudung bukan atas paksaan, tetapi kesukarelaan. Mereka, katanya, berjalan-jalan di berbagai belahan dunia juga tetap mengenakannya. Sementara Muslimah Arab, lanjutnya, mengenakan penutup kepala karena keterpaksaan sehingga ketika tiba di pesawat, misalnya, mereka sudah melepasnya.
"Kesukarelaan dalam melaksanakan agama ini sangat penting. Karena merasa terpaksa, pengamalan agamanya tidak asli karena terpaksa-paksa," pungkasnya.
Diskusi ini juga diisi oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis dan dewan penasehat Center for Study or Religion and Culture (CSRC) Irfan Abu Bakar. (Syakir NF/Abdullah Alawi)