Nasional

Kemitraan Strategis Dibutuhkan Agar Bansos Rastra Diterima ‘Zero Cost’

Kamis, 23 November 2017 | 03:01 WIB

Jakarta, NU Online
Penyaluran bantuan sosial (bansos) butuh koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.  Selain perlu adanya kesamaan persepsi, juga penting berbagi peran dan bahkan berbagi anggaran ( sharing budget).

Inilah yang disebut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sebagai membangun strategic partnership antara pemerintah pusat dan daerah. “Ini bisa dilakukan kalau persepsinya sudah sama dan ada kebutuhan bersama untuk bersinergi,” kata Mesos di Forum Rapat Koordinasi Perencanaan Program dan Anggaran, di Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Penting diperhatikan bahwa tahun depan mulai berjalan program konversi dari subsidi rastra ke bansos rastra. Namun dalam beberapa kasus, penyaluran rastra hanya sampai ke titik distribusi tidak sampai ke titik bagi (yakni ke tangan KPM).

Kalau kasus semacam ini terjadi di Jakarta, tidak terlalu sulit mengatasi. Namun, akan berbeda dengan bila kasus semacam ini terjadi di kawasan terpencil atau kepulauan.

“Inilah relevansi apa yang tadi disebut sebagai strategic partnership, dengan cara sharing budget,” katanya. Mensos berharap, pusat dan daerah bisa berbagai peran, untuk menyukseskan prorgam nasional yang bermanfaat untuk rakyat.

Dalam hal ini, kalau subsidi rastra sudah didukung dari APBN maka daerah diharapkan mendukung dengan APBD-nya pada konteks penyaluran bantuan dari titik distribusi ke dari titik bagi. “Tolong ada dukungan dari APBD,” kata Mensos. 

Ia sekali lagi mengingatkan kepada peserta rapat, perbedaan antara subsidi rastra dan bansos rastra. Yang pertama masyarakat harus menebus dengan harga Rp1.600 per kilogram, sementara yang terakhir zero cost. 

Khofifah mewanti-wanti agar masyarakat tidak dibebani biaya lagi tatkala basos rastra sampai ke titik bagi. “Pastikan subsidi rastra ke bassos ke 2018 betul-betul diterima masyarakat tanpa biaya apapun,” katanya.

Kondisi ini bisa terjadi bila ada dukungan penuh dari daerah.  Khofifah minta pemda menyusun strategi yang paling efektif, misalnya dengan membuka komunikasi dengan kepala desa. 

“Misalnya, apakah mungkin bisa didukung dengan dana desa, sehingga masyarakat menerima bansos utuh tanpa bayar,” katanya.

Bansos Rastra Berupa Beras dan Telur pada 2018

Selain itu, Mensos juga tak lupa mengungkap telah diterbitkannya Pedoman Umum (Pedum) program bantuan pangan pada 2018. Dalam Pedum yang ditandatangani Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu, salah satunya mengatur komuditas pangan yang akan diterima masyarakat.

“Kalau sekarang bantuan bisa dikonversikan untuk beras, telur, gula dan minyak goreng, maka pada 2018 hanya berupa beras dan telur,” katanya.  Mengapa, karena kebutuhan akan protein dan gizi memamg menjadi kebutuhan bersama.

Selain itu, pilihan terhadap dua komuditas ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Temuan dari sensus BPS pada Maret dan September menunjukkan, belanja terbesar dari masyarakat kurang mampu kebutuhan terbesar pada beras, telur dan rokok. 

“Sehingga diambil dua bahan pangan yang paling besar menjadi kebutuhan masyarakat,” katanya.  Dengan adanya rakor ini, menjadi penting agar masalah di atas terkomunikasikan kepada dinas sosial.  

“Saya berhatap mereka pulang sudah membawa plan of action, sesuai dengan strategic-partenship yang kita susun bersama,” katanya.  Untuk bantuan pangan dan bansos rastra, bisa dilakukan pemetaan baik dari demand side maupun supply side.

“Jangan sampai ada kelangkaan beras, jangan sampai ada beras yang tidak layak dikonsumsi karena masyarakat bisa memilih beras medium, premium atau super,” katanya.

Tahun ini sebanyak 1,28 juta bantuan pangan, tahun 2018 menjadi 10 juta bantuan pangan dimana 5,6 juta berupa bansos rastra. Untuk PKH yang sekarang sasarannya sebanyak 6 juta KPM, dan tahun depan  10 juta.

Untuk validitas data secara online melalui sistem data SIKS-NG.  Kini, sistem ini sudah berjalan di 118 kabupaten dan 68 kota. Masih ada 30 kota lagi dan sejumlah kabupaten, sehingga total mencapai 514 kabupaten/kota.

Dengan sistem ini, validasi data bisa dilakukan secara online oleh daerah sendiri sehingga tidak relevan lagi mempersoalkan data yang tidak valid.  

“Bila daerah merasa datanya belum valid, masukkan saja dalam sistem, bisa di-SK di bulan Mei, bisa di-SK di bulan November. Karena Kemensos meng-SK-kan dua kali setahun,” katanya. (Red: Fathoni)


Terkait