Nasional

Kiai Berperan Besar dalam Mengubah Perilaku Hidup Sehat

Senin, 3 Oktober 2016 | 01:36 WIB

Kiai Berperan Besar dalam Mengubah Perilaku Hidup Sehat

Sakri Sab’atmaja (berdiri) saat mengisi diskusi Lokakarya Germas

Cirebon, NU Online
Sakri Sab’atmaja dari Pusat Promosi Kesehatan (Promkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan, peran kiai dan ustadz sangat besar dalam mengubah perilaku hidup sehat. Hal itu disebabkan mereka sangat didengar oleh para santri atau jamaah.

Sakri mengungkapkan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam sesi diskusi pada lokakarya “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Melalui Gerakan Pesantren Sehat” di Pondok Pesantren Khas Kempek, Cirebon, Jawa Barat, (1/10) siang.

“Itu sebabnya kami ingin menitipkan pesan ini (perilaku hidup sehat) melalui para kiai. Karena akan berdampak luar biasa,” jelas Sakri yang merupakan Kasubdit Advokasi dan Kemitraan.

Lebih jauh Sakri memaparkan, Kementerian Kesehatan menghadapi beban ganda. Di satu sisi ada penyakit menular, di sisi yang lain ada penyakit yang tidak menular. Untuk memutuskan rantai penyebaran penyakit tersebut dibutuhkan banyak aspek dan keterlibatan banyak pihak. Hal inilah yang menginspirasi digulirkannya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

Dahulu sakit perut dan masuk angin saja yang katanya diidap masyarakat biasa. Sekarang ini masyarakat biasa pun, menderita serangan jantung dan stroke. Munculnya penyakit yang tergolong berat ini, timbul karena perilaku masyarakat, selain pola sosial, pola makan, dan lingkungan.

Sakri menyebut berdasarkan data Global Burden of Diseases (2010) dan Health Sector Review (2014) diketahui pada tahun 1990, penyebab kematian dan kesakitan terbesar adalah penyakit menular seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), tuberculosis, dan diare. Pada tahun 2010 dan 2015, penyebab kematian dan kecacatan adalah penyakit tidak menular seperti stroke, kecelakaan, jantung, dan Diabetes Mellitus.

Pergeseran beban penyakit dari tahun 1990 hingga tahun 2015 mengakibatkan pertambahan biaya yang dikeluarkan akibat penyakit tidak menular, pada dasarnya pengeluarannya lebih besar. Dari data yang ada, 10 Besar biaya klaim Penyakit Rawat Inap tahun 2014 diawali dengan klaim biaya untuk penyakit tidak menular seperti terkait jantung (termasuk stroke) sebesar Rp 3.503.4 milyar, dan untuk stroke Rp 1.535.5 Milyar, untuk penyakit ginjal dan kemih sebesar Rp 1.509.2 Milyar.

“Untuk itu, bila ingin mencegah atau mengurangi timbulnya penyakit seperti serangan jantung ataupun stroke, caranya cukup murah, karena hanya mengubah perilaku,” kata Sakri.

Salah satu langkah yang difokuskan dalam Germas 2016-2017 adalah aktivitas fisik. Aktivitas tersebut tidaklah memerlukan biaya yang mahal, seperti olah raga jalan kaki, ataupun kegiatan di rumah dan kantor. Sakri menyadari bahwa pola masyarakat saat ini yang dimudahkan oleh teknologi, terkadang membuat masyarakat jauh dari aktivitas fisik, termasuk masyarakat pesantren (santri).

Sakri yang sempat mengenyam pendidikan pesantren, mengatakan, di pesantren saat ini dengan penyediaan air menggunakan teknologi listrik, membuat santri tak perlu repot menyediakan air. Berbeda pada masa lalu, di mana air diambil dari sumur galian, menyebabkan santri harus mengambil air dengan timba, dan membawa ke bak penampungan juga secara manual. Pola yang sebenarnya menyehatkan fisik tersebut, sayangnya secara umum sudah tidak dilakukan lagi. (Kendi Setiawan/Mahbib)


Terkait