Nasional

Konferensi Internasional NU Belanda Perkuat Promosi Islam Moderat

Jumat, 21 Juni 2019 | 11:19 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda menyelenggarakan serangkaian kegiatan dalam rangka Konferensi Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda yang ketiga selama 10 hari, dari 12 hingga 21 Juni 2019.

Dalam kegiatan tersebut, NU Belanda menggelar Konferensi Internasional Dua Tahunan tentang Islam Moderat di Indonesia dengan tema Seeking The Middle Path (Al-Wasaṭiyya): Articulations of Moderate Islam.

Dalam sambutannya, Ketua Tanfidziyah PCINU Belanda 2017-2019 Ibnu Fikri memaparkan tujuan konferensi untuk memperkuat promosi Islam Wasathiyah (moderat) ala NU di level akademik internasional.

Konferensi yang digelar di Universitas Radboud, Nijmegen, Belanda ini menghadirkan empat pembicara kunci. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin hadir dalam kesempatan tersebut menekankan pentingnya menerapkan Islam moderat sebagai strategi untuk merawat keberagaman.

Selain Lukman, hadir pula Profesor Timoty Winter. Dekan Cambridge Muslim College, Inggris itu memberikan catatan bagaimana Islam yang dikembangkan di Indonesia dengan tetap memperhatikan budaya lokal turut menunjukkan bagaimana Islam dapat berperan dalam memperkuat peran masyarakat untuk turut memperhatikan lingkungan dalam yang mereka tinggali.

Di samping itu, hadir pula Carool Kersten dalam pertemuan ilmiah yang digelar pada Rabu (19/6). Pengajar di King’s College London, Inggris itu menyebut bahwa Islam yang dikembangkan di Indonesia dapat menjadi diskursus yang memperkuat Islam wasatiyyah dalam menghadapi diskursus jihad yang identik dengan kekerasan.

Pembicara kunci terakhir adalah Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf. Ia menekankan pentingnya melakukan refleksi inter dan intrafaith untuk memetakan masalah yang menyebabkan ketegangan antaragama di banyak negara.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Presiden Universitas Radboud Daniel Wigboldus. Dalam sambutannya, ia menyatakan kebanggaannya dapat turut serta berpartisipasi dalam konferensi internasional yang kedua ini setelah dua tahun sebelumnya diselenggarakan di Universitas Vrije Amsterdam.

Selain itu, Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja memberikan sambutannya mengenai peran PCINU Belanda dalam membantu diplomasi budaya beberapa tahun belakangan ini.

Antusiasme Peserta

Kegiatan ini disambut antusias oleh masyarakat akademisi dunia. Hal tersebut terlihat dari ratusan abstrak dari akademisi berbagai negara yang menekuni diskursus Islam Wasathiyyah. Namun, dari ratusan abstrak tersebut, Sekretaris NU Belanda, Nur Inda Jazilah, menyebutkan bahwa panitia hanya menerima 43 paper untuk dipresentasikan dalam konferensi yang dibuka dengan penampilan Ki Ageng Ganjur itu.

Konferensi ini juga menarik pihak pemerintah Belanda. Ministry of Foreign Affairs and Ministry of Justice and Security, contohnya, mengirimkan delegasinya untuk menghadiri konferensi yang berlangsung pada tanggal 19 Juni 2019, dari jam 9.00 sampai 18.00 waktu setempat.

Tidak hanya itu, salah seorang reporter dari Gelderlandander juga menyempatkan datang untuk meliput konferensi ini. Bahkan salah seorang anggota partai politik NIDA, sebuah partai politik yang yang bernafaskan Islam dan berpusat di kota Rotterdam, secara khusus meminta kepada panitia untuk mengirimkan paper yang dipresentasikan dalam panel satu yang berfokus pada integrasi muslim di Eropa dalam konteks hak asasi dan kewarganegaraan.

Lebih lanjut ia menyatakan bahwa NIDA secara khusus ingin mengajak masyarakat Muslim Indonesia yang berdomisili di Belanda – menjadikan NIDA lebih inklusif mengingat selama ini NIDA digawangi oleh keturunan Muslim Maroko.

Diskursus Islam wasathiyyah dalam konferensi ini difokuskan pada enam isu, yakni diskursus integrasi Islam di masyarakat Eropa dalam bingkai human rights dan citizenship, relevansi Islam Nusantara dalam manifestasi wasathiyyah, Islam wasathiyyah dan Islam radikal, Islam wasathiyyah dan ekonomi Islam, sains dan teknologi dan ekspoitasi lingkungan, dan bagaimana Islam wasatiyyah memandang peran dan status perempuan. (Syakir NF/Fathoni)


Terkait