Jepara, NU Online
Menteri pendidikan dan kebudayaan, Prof Dr Ir H Mohammad Nuh, DEA mengungkapkan kurikulum pendidikan nasional 2013 adalah untuk menyongsong generasi emas 100 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia.<>
Demikian diungkapkannya dalam Sosialisasi Kurikulum 2013 oleh Mendikbud di kampus Yayasan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (Yaptinu) Jepara, Ahad (3/2).
Pernyataan itu menurutnya cukup beralasan mengingat populasi pemuda di Indonesia mulai 2010-2035 meningkat tajam. Kelak anak-anak yang saat ini duduk di bangku PAUD, TK, SD dan SMP akan memimpin Indonesia. Populasi pemuda yang meningkat menurut Nuh perlu diakomodir agar mampu bersaing dengan negara-negara yang lain.
Data yang ia lansir dari beberapa lembaga Internasional semisal Pisa dan Timms cukup memprihatinkan. Siswa SD dan SMP untuk mapel MTK, IPA dan Bahasa kualitasnya rendah. Apalagi analisis reasoning malah belum bisa sama sekali. Ditambah dengan urusan data yang sudah kadung tidak terbiasa.
Karenanya Nuh menegaskan kurikulum 2013 yang sempat dipertentangkan bukan sekadar ganti menteri ganti kurikulum. Lebih dari itu, kedepan dari kurikulum terbaru ada logika berpikir, isi, proses, evaluasi yang siap mengahadapi tantangan zaman.
“Untuk isi kurikulum tidak semua dirombak tetapi menggunakan metode mempertahankan cara lama yang baik dan mengambil cara baru yang baik,” terangnya kepada kepala sekolah se-eks karisidenan Pati.
Berkenaan dengan guru yang biasanya membuat silabus lanjutnya dibebaskan tetapi guru dituntut memanfaatkan waktu selama proses belajar-mengajar. “Saya tahu kalau panjenengan silabusnya hasil kopi paste. Kalau diterus-teruskan isinya ya cuma kopi paste,” jelasnya dengan disambut tawa.
Kurikulum 2013 papar Nuh tidak hanya dijalankan di sekolah-sekolah top saja. Melainkan sekolah-sekolah di pelosok pedesaan pun juga bisa melaksanakannya. Semisal dalam mapel Pendidikan Agama dan Budi Pekerja tam tatap muka (JTM) ditambah 2 jam menjadi 4 jam.
Pada mapel agama memuat Islam rahmatan lil alamin. Dirinya prihatin tatkala mapel agama tidak memuat fiqhun nisa. Kalau santri ia yakin memperoleh materi tersebut. Kalo di sekolah umum ia pesimis. “Sopo seng tanggung karo arek-arek iki?” katanya dengan logat Jawa Timuran.
Dalam mapel tersebut 3 nilai yang harus dikedepankan yakni kejujuran, kedisiplinan dan kebersihan.
“Saya mendambakan pemuda jujur layaknya Syekh Abdul Qadir Jailani saat berusia 18 tahun. Ia dititipi ibunya emas yang dibawa ke Baghdad. Di tengah perjalanan ia bertemu perampok. Saat ditanya barang bawaan dirinya mengaku yang dibawanya emas tetapi perampok tidak percaya. Setelah ditunjukkan emas tersebut si rampok menangis dan mencium syekh Abdul Qadir,” ceritanya.
Hal tersebut, menurut Nuh, contoh pendidikan kejujuran yang patut diteladani.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributr: Syaiful Mustaqim