Jakarta, NU Online
Indonesia sebagai negara plural, baik agama, budaya, bahasa, suku dan lain-lain merupakan kekuatan besar bangsa Indonesia yang harus dijaga. Pluralitas tersebut dibingkai dalam pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika dan dasar negara Pancasila.
“Nusantara itu kebhinnekaan, tapi selama 32 tahun bhinnekannya tertindih, terkoyak. Bhinneka tidak muncul, yang muncul persatuan. Dalangnya bhinneka terkoyak ya negara pada waktu Orba,” kata Bisri Effendi pada acara Rembug Budaya yang diselenggarakan Lesbumi PBNU di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (29/12)
“Kebudayaan Indonesia sudah cukup lama vakum. Semenjak reformasi, kebudayaan tidak pernah digarap secara serius,” jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, Bisri juga menyampaikan tentang ketidaksetujuannya atas usulan agar kebudayaan dijadikan instrumen pasar bebas pada acara World Culture Forum di Bali kemarin. Karena menurutnya, kalau kebudayaan dijadikan instrumen pasar bebas, maka akan kacau.
Selain Bisri Effendi, Jadul Maula turut menjadi pembicara pada acara tersebut. Ia menjelaskan tentang kebhinekaan secara filosofis. Katanya, bhinneka itu terdiri dari Bhine dan Ika, yang artinya Beda itu Satu itu.
“Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma karangan empu Tantular,” katanya.
Diceritakan dalam kitab tersebut, Sutasoma menolak untuk dijadikan raja, ia merendah dengan menyampaikan tidak bisa mensejahterakan rayat, juga dirinya tidak bisa berperang. Padahal pada waktu itu rakyat dan semua elemen mendukung untuk menjadinya sebagai raja. (Husni Sahal/Fathoni)