Nasional

Menteri Agama: Jangan Tutup Ruang Perbedaan

Selasa, 29 Januari 2019 | 10:30 WIB

Menteri Agama: Jangan Tutup Ruang Perbedaan

Menag Lukman Hakim Syaifuddin (Foto: Ist.)

Jakarta, NU Online
Perbedaan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia. Negara ini kaya dengan ragamnya, baik bahasa, suku, hingga agama dan keyakinan. Masing-masing tentu merasa keyakinannya lah yang paling benar. Tapi, hal itu jangan sampai menutup ruang bagi orang yang berkeyakinan lain.

“Jangan sampai dengan keyakinan sedemikian kuat ada dalam diri kita lalu kemudian kita tidak membuka sedikit pun ruang bagi adanya perbedaan di sisi luar kita,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin saat Peluncuran Buku Meyakini Menghargai dan Merayakan Keragaman di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (28/1).

Kemampuan untuk menghargai dan kemampuan untuk menghormati perbedaan itulah yang ia maksud sebagai kerendahhatian dalam beragama. Sebab, keimanan seseorang, kata Lukman, tetap kokoh dengan sikap keterbukaannya itu.

“Sebenarnya kalau kita memiliki sikap seperti itu bukan berarti lalu kemudian kita mereduksi keimanan kita,” katanya.

Penghormatan dan penghargaan kepada orang yang berkeyakinan lain bukanlah pembenaran terhadap keimanan pihak lain. Penghormatan dan penghargaan itu, menurutnya, semata sebagai wujud pengakuan adanya orang yang punya keyakinan sama, hanya beda pada apa yang diimaninya saja.

“Maka keragaman itu cara kita memaknainya, sehingga kemudian agama betul-betul bisa kita lihat dari perspektifnya yang positif yang hakikatnya untuk memanusiakan manusia atau setidaknya untuk menjaga harkat martabat kemanusiaan,” jelas putra KH Saifuddin Zuhri itu.

Tidak justru malah sebaliknya, lanjut Lukman, agama justru dieksploitasi guna membuat manusia terkotak-kotak, terpisah satu dengan yang lain karena merasa dirinya paling benar, sedang pihak lain salah, lalu memaksakan kehendak dan bahkan menolerir cara kekerasan sampai berujung pada mengingkari esensi ajaran agama itu sendiri. (Syakir NF/Muhammad Faizin)


Terkait