Mursyid Naqsyabandiyah: Kita Bagi Peran Tugas Nabi Muhammad
Selasa, 31 Januari 2017 | 07:11 WIB
“Kita memang berbeda-beda (bermacam-macam tarekat, red.) tetapi tugas kita satu, yaitu membawa pusaka kenabian. Masing-masing dari kita bertugas li i’la i kalimatillah. Para mursyid duduk sebagai ulama dan para pengurus (JATMAN) posisinya sebagai umara yang mengetahui urusan duniamu.
Dalam tarekat, tertingginya pendidikan adalah pembinaan rohani, bukan jasad. Hal ini dilakukan dengan mengadaptasi sunnah Nabi Muhammad SAW, serta tujuan tertingginya adalah whusul (sambung) pada Allah SWT, sambung secara rohani dengan cahaya-Nya.
Bagi orang tarekat, ilmu itu sudah ada dalam hatinya. Tidak dari baca buku dan sebagainya. Orang-orang sufi (ahli tarekat) diharapkan mampu menjawab tantangan zaman dengan kekuatan batin atau rohani yang selalu sambung dengan energi tak terbatas; asma dan af’al-Nya.
Kita harus bagi tugas peran Nabi Muhammad SAW pada saat itu sebagai ulama dan sekaligus umara. Hari ini, dengan keberadaan JATMAN, maka mursyid sebagai ulama dan pengurus JATMAN sebagai umara. Para mursyid dalam posisinya sebagai pembimbing rohani para muridnya, bisa jadi tidak berkesempatan untuk duduk di parlemen dan forum-forum pengambilan keputusan yang bersifat publik.
Hari ini kita dilanda kekaburan. Ulamanya bertingkah layaknya umara dan umaranya memposisikan diri sebagai ulama. Mari pertegas, yang ulama berperanlah sebagai ulama dan yang umara menjalankan tugasnya sebagai umara. Jangan ditukar, jangan diputar balikkan agar umat tidak bingung.
Maka, kita satukan ruh kita, hati kita dengan berkiblat kepada Allah SWT, menyerap energi tertingginya. Dari sinilah kita akan memberi sumbangsih kepada negeri. Sehingga umat nanti akan mampu membedakan yang benar itu benar, salah itu salah, yang ulama dan juhala juga jelas."