Nasional

Musik Jadi Media Kritik di Era Kebuntuan Demokrasi dan Memburuknya Kebebasan Berekspresi

Jumat, 23 Mei 2025 | 12:00 WIB

Musik Jadi Media Kritik di Era Kebuntuan Demokrasi dan Memburuknya Kebebasan Berekspresi

Usman Hamid, Vokalis Grup Band Usman and The Blackstone, saat menyanyikan lagu Bumi dan Aku Kini. (Foto: tangkapan layar Instagram Usman And The Blackstone)

Tangerang Selatan, NU Online

Vokalis grup band Usman and The Blackstone Usman Hamid menilai bahwa musik sangat penting sebagai metode menyampaikan kritik dan pesan, apalagi di tengah ruang ekspresi dewasa ini yang semakin menyempit. Ia tak meragukan efektivitas metode ini. Sebab ia mencontohkan, musisi John Lennon, Yoko Ono, dan Efek Rumah Kaca sudah membuktikannya.


"Ketika aktivisme tradisional seperti demonstrasi, advokasi, dan macam-macamnya itu mengalami kebuntuan, saatnya musik dan metode seni lainnya itu dikembangkan, digunakan," katanya saat menghadiri agenda Reuni dan Refleksi Reformasi 98 di Outlier Cafe & Studi, Ciputat, Tangerang Selatan pada Rabu (21/5/2025) malam.


Selain itu, musik dianggap sangat perlu dimainkan karena tidak hanya mendarat di telinga dan pikiran seseorang, tetapi mampu mengantarkan pesan sampai ke relung hati dan perasaan. Hal ini ia saksikan saat Cholil Mahmud, Vokalis ERK menyajikan sejumlah lagu ketika pentas.


"Sudah saatnya pendekatan ekspresi kreatif itu dikembangkan bersama gerakan ekspresi tradisional," ungkap musisi yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional itu.


Kendati demikian, Aktivis 1998 itu tegas menyatakan bahwa bermusik bukan untuk meninggalkan ruang aktivisme tradisional, tetapi sebagai pelengkap jalur menyampaikan kritik dan pesan.


"Saya sedang tidak meninggalkan ruang aktivisme yang tradisional. Tetapi dengan sentuhan musik, kekuatan tradisional jadi tidak sekadar rasio, tapi juga melibatkan emosi," jelasnya di hadapan pengunjung.


Senada, Gitaris Efek Rumah Kaca, Reza Ryan mengemukakan alasan mengapa musik perlu dijadikan media aktivisme. Menurutnya, hal ini tak lepas dari kehidupan manusia yang diliputi hal-hal yang bersifat musikal. Ritme saat berjalan dan bersiul adalah sebagian tanda orang bermusik tanpa sadar.


"Karena nggak mungkin orang jalan itu nggak beraturan, tiba-tiba cepat, tiba-tiba lambat," katanya sambil memperagakan jalan yang tak berirama.
 

Di sisi lain, musik lebih gampang dijangkau oleh lebih banyak orang dibanding metode lainnya, karena musik bisa masuk ke semua platform media digital.


"Sebenarnya kalau nonton film ya nggak semua orang suka nonton durasi lama. Kalau nonton teater harus ke gedung teater, padahal nggak semua orang punya akses ke sana. Nah kalau musik mau mendengarkan di Youtube, Spotify, Tiktok, ada semua," ujar alumni Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu.


Sebelumnya, Usman and The Blackstone membawakan lima lagu karyanya; Sakongsa, Munir, Rempang, Ke Manakah, serta Bumi dan Aku Kini. Kelima lagu ini berisi kritik terhadap situasi sosial politik yang bergulir di Indonesia.


Indeks kebebasan berekspresi

Menurut laporan Setara Institute yang dirilis pada Februari 2025, skor indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat mengalami penurunan sebesar 0,1 persen dari tahun 2023 yakni dari 3,2 ke 3,1 dalam skala 1-7.


Kondisi ini diperparah dengan adanya pelanggaran hukum dalam mencapai kekuasaan dengan mengolah berbagai aturan melalui Mahkamah Konstitusi.


Lembaga riset ini pun menilai bahwa dalam 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto belum ada tanda-tanda yang mengarah pada pemajuan demokrasi dan hak asasi manusia. Pemerintah Prabowo justru mendorong supremasi militer dalam urusan-urusan rakayat, alih-alih memperkuat supremasi sipil.


Hasil yang sama ditunjukkan oleh Freedom House. Lembaga riset kebebasan berekspresi dunia ini menilai Indonesia mengalami penurunan satu hingga persen sejak sewindu terakhir. Pada 2023, indeks berpendapat 58, lalu 57 pada 2024. Penilaian berdasarkan hak politik dan kebebasan sipil ini dihitung dalam rentang nilai 0-100.