Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj melakukan napas tilas ke Pesantren Leluhur, Damaran Kudus pada Ahad (7/7). Sebelumnya, Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah ini telah mendengar kabar bahwa dirinya masih keturunan KH Asnawi Sepuh.
“Saya mendengar bahwa saya masih keturunan Mbah Asnawi Sepuh, tapi baru kali ini saya bisa tabarruk, melangkah kaki ke tempat ini,” kata Kiai Said didampingi KH Ahmad Baha’uddin atau Gus Baha’ yang juga masih keturunan KH Asnawi Sepuh.
Gus Baha’ mengungkap nasab Kiai Said sampai kepada KH Asnawi Sepuh melalui jalur ayahnya, KH Aqil Siroj: KH. Said Aqil Siraj, bin KH Aqil, bin Nyai Fathimah, bin Nyai Fadhilah, binti KH Ahmad Sholeh, bin KH Asnawi Sepuh.
Sementara KH Ahmad Baha’uddin diketahui melalui jalur ibunya, Nyai Zuhanidz: KH Ahmad Baha’uddin bin Nyai Zuhanidz, bin Nyai Fathimah, bin Nyai Shofiyah, bin Nyai Hafshoh, binti KH Ma’shum, bin KH Ahmad Sholeh, bin KH Asnawi Sepuh.
Pada pertemuan tersebut, Kiai Said sempat menjelaskan pentingnya sebuah nasab. Hal itu sebagaimana yang dimiliki Nabi Muhammad. Allah, katanya, memilih Nabi Muhammad dari nasab yang baik, yakni Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Menurutnya, nasab Nabi Muhammad yang baik ini untuk menutup celah dari hinaan para musuhnya.
“Maka Abu Jahal tidak pernah mengatakan (ke Nabi Muhammad) ‘kamu keturunan sopo sih’, (tapi kalau mengatakan) Muhammad kahim, muhammad sakhir, Muhammad sya’ir, majnun, itu biasa, tapi ‘Muhammad anake sopo’, tidak ada, karena semua orang tau nabi keturunan orang baik-baik. Jadi turunan baik itu penting,” ucapnya.
Namun, nasab menjadi pengecualian ketika dicantumkan pada Sayyidut Tabi’in, Imam Hasan Al-Basri. Menurutnya, satu waktu ada yang menghina Imam Hasan Al-Bashri karena bapaknya, Yasar merupakan tahanan perang, budak.
“Jawabnya Imam Hasan Bashri, ‘jangan menghina ayah saya, ayah saya jelek-jelek punya anak seperti saya. Saya belum tentu punya anak seperti saya. Jadi di situ turunan gak terpakai,” ucapnya.
“Yang beliau katakan, ‘ayah saya berjasa besar punya anak seperti saya, saya belum tentu punya anak seperti saya,” imbuhnya.
Alumnus Universitas Ummul Qura Mekkah, Arab Saudi itu pun mengajak untuk selalu menjaga kebesaran nasab para pendahulunya dengan cara membangun kebesaran dirinya sendiri agar tidak mempermalukan nasabnya.
“Jangan sampai kita hanya bisa membanggakan kakek doang, hanya membanggakan kakek saja, kita sendiri gombal. Itu yang salah. Sejelek-jeleknya orang hanya bisa membanggakan kakeknya, yang ente sendiri gak ada apa-apanya,” ucapnya. (Husni Sahal/Zunus)