Jakarta, NU Online
Pakar politik Islam dari Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah berpendapat, penegakkan hukum atas kasus korupsi di Indonesia sudah makin membaik. Namun, ternyata tidak mengurangi tindak korupsi.
Bahkan, sebagaimana yang terjadi di Kota Malang yang terungkap beberapa minggu lalu, korupsi dilakukan secara massal oleh anggota DPRD.
Menurut dia, hal itu terjadi karena hukuman bagi narapidana kasus korupsi hanya penjara. Seharusnya ada hukuman lain, yaitu dari masyarakat sendiri atau dalam istilah dia, sanksi sosial.
“Sanksi itu masih sanksi penjara, tidak sanksi sosial. Nah, itu sudah bagus,” ungkap pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah ini, di Jakarta Rabu, (19/9).
Di lapangan, menurutnya, ditemukan kenyataan bahwa narapidana kasus korupsi mudah dilupakan orang. Orang yang telah merugikan negara itu kemudian bahkan bisa dihormati kembali.
“Orang yang sudah jelas-jelas sekian tahun di penjara, kemudian pulang, dia masih mempunyai uang banyak, orang itu dermawan, disumbangkan untuk kegiatan sosial, untuk masjid, karang taruna, olah raga di daerahnya itu, orang udah lupa bahwa orang itu bekas narapidana, malah diunggul-unggulkan,” sesalnya.
Karena itulah, bagi dia dibutuhkan sanksi sosial oleh masyarakat untuk memberikan efek jera bagi calon pelaku tindak pidana korupsi.
“Nah, ini sanksi sosial ini yang masih belum menurut saya,” kata Rais Syuriyah PBNU ini. (Abdullah Alawi)