Jakarta, NU Online
Kepala Sekolah Pancasila Forum Nasional Bhineka Tunggal Ika Syaiful Arif mengemukakan bahwa pembacaan terhadap Pancasila harus bersifat konseptual dan tidak bebas nilai atau tidak otonom, tidak berdiri sendiri-sendiri.
"Seakan-akan ketuhanan berdiri sendiri, seakan-akan kemanusian berdiri sendiri, tidak ada konsepnya, padahal kemanusiaan mengandung konsep tentang Hak Asasi Manusia. Ketuhanan mengandung konsep hubungan agama dan negara yang melampaui sekulariasi dan Islamisasi dan lain sebagainya," kata Arif pada acara Overview dan Outlook Penanganan Terorisme di Indonesia di Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (22/1).
Oleh karena itu, menurut Arif, Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 zaman Orde Baru merupakan warisan buruk karena memisahkan Pancasila dari sifat konseptualnya.
"Jadi P4 telah meninggalkan warisan buruk karena sudah memisahkan Pancasila dari sifat dasarnya yang bersifat ilmiah, konseptual dan filosofis karena Pancasila hanya diturunkan yang menjadi nilai-nilai normatif menjadi kode etik perilaku. Ini yang membuat kita tidak memahami dari konsep-konsep dasar Pancasila itu," terangnya.
Sebagai solusinya, ia pun menawarkan Teologi Pancasila agar bisa mengajak masyarakat untuk mengimani Pancasila sebagai bagian dari mengimani terhadap agama.
Ia mencontohkan dalam agama Islam. Menurutnya, tauhid di dalam Pancasila tidak bisa dipahami sebagai doktrin teologis yang bersifat formal.
"Ketuhanan Yang Maha Esa memang mewakili nilai-nilai ketuhanan di dalam agama-agama, tetapi ketika dia diamalkan melalui kemanusiaan sampai keadilan sosial, seharusnya tauhid Pancasila itu lebih dekat dengan sebagaimana istilah yang disebut tauhid sosial," jelasnya.
Hal itu sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 177 bahwa keimanan kepada Allah harus diamalkan dengan amal saleh kepada fakir miskin.
Begitu juga tentang persatuan (ummatan wahidatan) yang tertera dalam Surat Al-Maidah ayat 48. Menurutnya, Allah tidak mempersoalan keragaman yang ada, tetapi yang dikehendaki ialah manusia berlomba-lomba dalam kebaikan. (Husni Sahal/Fathoni)