Nasional

Pengamat Politik: Kiai Berpolitik untuk Tujuan Dakwah

Jumat, 1 Februari 2019 | 14:40 WIB

Semarang, NU Online
Pengamat politik Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Imam Yahya menyampaikan hasil penelitiannya bahwa tujuan para kiai pesantren berpolitik adalah untuk berdakwah. Menurut Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah periode 2013-2018 itu, kesimpulan penelitiannya berbeda dengan para peneliti lain.

"Jika peneliti lain melihat para kiai berpolitik karena untuk mengejar kekuasaan, yang saya temukan tidak seperti itu, tapi tujuannya untuk berdakwah," katanya dalam "Diskusi & Publikasi Penelitian Pendekatan Fikih dalam Politik" di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo, Kamis (31/1).

Kiai pesantren yang dimaksud dalam penelitian Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Walisongo itu adalah para kiai yang mengasuh pondok pesantren di satu sisi dan menjadi pengurus partai di sisi lain seperti KH Maimoen Zubair (Rembang), KH Haris Shodaqoh (Semarang) yang aktif di PPP, KH Hadlor Ihsan (Semarang), KH Dimyati Rois (Kendal), KH Subhan Makmun (Brebes), KH Yusuf Chudlori (Magelang) yang masing-masing menjadi tokoh sentral di PKB, dan KH Achmad Chalwani (Purworejo) yang aktif di Golkar dan kiai-kiai lainnya.

Para kiai tersebut menurut Imam Yahya, berpolitik menggunakan pendekatan fiqih siyasah, yakni berpolitik karena tanggung jawab sebagai tokoh agama dalam mengatur urusan dunia dan menjaga agama.

"Para kiai aktif di partai politik karena sadar secara fiqih bahwa berpolitik sangat penting dalam menentukan nasib umat dan Islam ke depan. Para kiai dalam berpolitik berlandasakan pada kaidah An-nas ala dini mulukihim (manusia akan senantiasa mengikuti ajaran-ajaran para pemimpinnya)," paparnya.

Karena landasannya terhadap ilmu agama atau fiqih, para kiai berpolitik bukan sekedar mengejar kekuasaan semata atau harta benda, melainkan ide dasarnya adalah dakwah kontekstual, yakni dakwah pada ranah politik praktis.

Satu Tujuan

Peneliti lain yang terlibat dalam penelitian dengan tema Pendekatan Fikih dalam Politik (Posisi Kiai Pesantren dalam Dinamika Partai Politik di Jawa Tengah) Sahidin menjelaskan bahwa para kiai pengasuh pondok pesantren meski partai yang dipimpinnya berbeda-beda, namun tujuan yang hendak digapai sama, yaitu untuk berdakwah yang dalam literatur fikih siyasah diistilahkan dengan siyatud dunya wa harasatud din (mengatur urusan dunia dan menjaga agama, red).

"Sebagaimana fiqih secara umum yang kita mengenal ada empat madzhab, dalam fiqih siyasah para kiai pesantren pun berbeda-beda pilihan partai politiknya, misalnya Mbah Maimun di PPP, Mbah Dim di PKB, Kiai Chalwani di Golkar, Kiai Romli Mubarok di PDIP dan yang lainnya, namun semuanya memiliki tujuan yang sama, yakni untuk berdakwah itu," jelasnya.

Wakil Ketua LP Ma'arif PWNU Jawa Tengah periode 2013-2018 itu menceritakan hasil wawancaranya dengan KH. Achmad Chalwani Purworejo bahwa Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo itu pernah punya rencana pindah partai dari Golkar ke PKB dengan alasan para kiai lain banyak yang ikut ke partai berlambang bola dunia, namun setelah konsultasi dengan mertuanya, KH Ahmad Abdul Haq Watucongol, tidak diperbolehkan.

"Pilihan di Golkar pun tidak mudah untuk diterima di masyarakat, karena kalau kiai tidak masuk di PKB di olok-oloknya luar biasa.  Saya pernah mengalami shock saat muda. Namun setelah konsultasi dengan Abah mertua, Mbah Dalhar (KH Ahmad Abdul Haq Watucongol), beliau justru memberi semangat untuk tetap mengabdi di Golkar. 'Nanti akan tahu manfaatnya sendiri,' katanya. Dan saya merasakan manfaatnya itu hingga hari ini," jelas Kiai Chalwani sebagaimana ditirukan Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo itu.

Hadir sebagai pembedah hasil penelitian Dosen Sosiologi Agama Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Tedi Kholiludin, Dosen FISIP UIN Walisongo Misbah Elizabet Zulfa, para dosen di lingkungan UIN Walisongo, Wakil Ketua PPP Jawa Tengah Ngainir Ricadl dan kader-kader NU yang aktif di berbagai partai politk lainnya. (Khoirul Anwar/Fathoni)


Terkait