Jakarta, NU Online -
Sejumlah aktivis Nahdlatul Ulama (NU) menilai penyebutan santri bagi pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tidak sesuai.
"Majelis Ulama Indonesia Probolinggo sudah menjelaskan kalau Dimas Kanjeng bukan kiai. Padepokannya hanya padepokan spiritual model padepokan Gatot Brajamusti. Dan di sana tidak ada kegiatan pengajian kitab model pesantren," ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Mochammad Ghozali, saat dihubungi NU Online, di Jakarta, Ahad (2/10).
Senada, Gus Ghozali, Robith Marfu, aktivis muda NU dari Kraksaan, Probolinggo meminta media perlu meluruskan penyebutan 'santri' yang melekat pada pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
"Taat Pribadi bukanlah seorang ustadz apalagi kiai. Jika peyebutan 'santri' bagi pengikutnya terus berlanjut oleh media, saya khawatir citra santri akan ternoda. Terlebih sebentar lagi para santri akan memperingati Hari Santri Nasional," ujar dia.
Pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi merupakan tersangka kasus penipuan dan pembunuhan. "Mulai hari ini status Dimas Kanjeng kami naikkan menjadi tersangka kasus penipuan," kata Juru bicara Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Argo Yuwono, Jumat, 30 September 2016.
Sejak ditangkap polisi, Kamis 22 September 2016 hingga Sabtu 1 Oktober 2016, beberapa media masih menyebut pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi sebagai santri kendati pada Selasa (27/9), Ketua MUI Jawa Timur, Abdusshomad Buchori telah menyatakan penyebutan santri pada pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi merugikan dunia pesantren. (Gatot Arifianto/Mahbib)