Pimpinan Wilayah Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) DKI Jakarta mendukung upaya NU melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) megusulkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Madrasah dan Pondok Pesantren.
“Sudah seharusnya bangsa dan negara ini meberikan pengahargaan kepada madrasah dan pondok pesantren, karena pondok pesantren selama ini telah menunjukkan perannya dalam mebangun kehidupan masyarakat menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia,” kata Aris Adi Leksono, Ketua PW Pergunu DKI Jakarta.
PW Pergunu DKI Jakarta berharap RUU Madrasah dan Pondok Pesantren ini mendapatkan dukungan dari seluruh fraksi parpol yang lain, sehingga cepat disahkan menjadi Undang-undang. “Jika undang-undang ini sahkan, maka tidak aka nada lagi dikotomi penyelenggaraan pendidikan, baik dalam alokasi anggaran, perlakuan terhadap kompetensi dan kesejahteraan guru, dan masalah lainya,” terang Aris yang juga Wakil Ketua STAINU Jakarta.
Dalam waktu dekat Pergunu DKI Jakarta akan menjalin komunikasi dengan organisasi profesi keguruan untuk dapat bersama-sama mengawal disahkan Undang-Undang Madrasah dan Pondok Pesantren. Karena sesungguhnya banyak sekali organisasi keguruan, kelompok kerja madrasah, kelompok kerja pondok pesantren menunggu payung hukum khusus tentang penyelanggaraan pendidikan madrasah dan pondok pesantren.
Menurut Aris, madrasah dan pondok pesantren adalah model pendidikan khas Nusantara. Sebagai model lembaga pendidikan tertua di Nusantara, madrasah dan pondok pesantren telah teruji oleh lintasan zaman sebagai pencetak generasi penerus bangsa yang berkarakter, berprestasi, dan berakhlakul karimah. Konten dan subtansi pola pendidikan di madrasah dan pesantren telah menginspirasi perkembangan model kurikulum nasional dari tahun kurikulum 2006, kurikulum 2013, sampai hari ini kurikulum 2013 yang baru saja di revisi.
Lebih lanjut, Aris yang juga sudah lama berkarir sebagai guru madrasah menjelaskan, jauh sebelum penerapan kurikulum berkarakter, madrasah dan pondok pesantren telah menjalankan pendidikan karakter yang terintegrasi dengan seluruh aktivitas peserta didik atau santri.
“Kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada kemandirian dalam proses belajar, penilaian yang asli dan tuntas, kontruksi nalar pengetahuan dan penerapan yang sistemik, sesungguhnya madrasah dan pondok pesantren telah menerapkan itu,” paparnya.
Sistem sorogan misalnya, tambah Aris, adalah model penilaian tuntas dan asli berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh ustadz atau kiai. Belajar mandiri yang berpusat pada peserta didik atau santri, pondok pesantren telah menjalankan itu sejak lama.
“Lihat bagaimana ketika santri ingin bisa membaca kitab kuning, maka kiai atau ustadz hanya memberikan rumus ilmu alatnya, selanjutnya santri mengebangkan dengan model belajar kelompok atau mandiri. Sesungguhnya madrasah dan pesantren memang model pendidikan unggulan di Indonesia,” terangnya. (Mahbib)