Jakarta, NU Online
Tokoh Perempuan, Badriyah Fayumi menyampaikan beberapa poin penting pada peluncuran hasil survei yang bertema Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslimin Indonesia.
Di antaranya adalah memberikan pengetahuan keislaman kepada ibu-ibu majlis taklim yang dipandang olehnya rentan dengan sikap-sikap intoleran.
“Ibu-ibu majelis taklim itu senang apabila diberikan pengetahuan tentang keislaman, agar dalam majelis taklim itu tidak hanya diisi dengan materi yang berkaitan dengan akhlak, seperti berbuat yang baik, dan lain-lainnya,” jelas Ketua Tim Pengarah Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2017 di Hotel JS Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Ahad (29/1) lalu.
Yang dimaksud pengetahuan keislaman menurut Pengasuh Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits Bekasi itu, pengetahuan tentang apa itu Islam, apa itu pemikiran Islam, apa itu organisasi Islam, serta bagaimana konteksnya di dunia internasional dan bagaimana konteksnya di Indonesia.
“Tentu saja hal tersebut harus disesuaikan dengana narasi Islam yang toleran,” jelasnya.
Dengan penjelasan-penjelasan pengetahuan keislaman di kalangan ibu-ibu majelis taklim, ia berharap pengetahuan tersebut mampu diterapkan dengan kehidupan sehari-hari.
Isu toleransi sosial-keagamaan di kalangan perempuan menjadikan perhatian bagi Wahid Foundation untuk lakukan survei nasional.
Bersama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Wahid Foundation melakukan survei sejak Oktober lalu. Survei tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa 80,8 persen perempuan Muslim Indonesia tidak bersedia menjadi radikal.
Hasil yang cukup mencengangkan, namun harus tetap diwaspadai, mengingat maraknya isu-isu intoleransi yang terus berkembang saat ini.
Sejumlah tokoh perempuan turut hadir di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, Direktur The Wahid Foundation Yenny Wahid, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yembise, Wakil UN Women Sabine Machl, dan lain-lain. (Nuri Farikhatin/Fathoni)