Jakarta, NU Online
Romo Benny Susetyo menyatakan bahwa peristiwa kerusuhan, termasuk kasus pembakaran sejumlah gereja di Situbondo pada 1996 merupakan tonggak awal kesadaran dalam membangun dialog lintas agama. Menurut Romo Benny, tokoh yang berperan besar dalam terciptanya dialog itu tak lain adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Demikian disampaikan Romo Benny pada diskusi bertajuk The Gus Dur Code: Pemikiran dan Tindakan di Kantor Pengurus Besar Majelis Dzikir Hubbul Wathan di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (10/5).
Menurut Romo Benny, saat itu Gus Dur mengajak tokoh-tokoh agama untuk meredam konflik SARA mengingat pemerintah mulai kehilangan kendali dan menjadikan SARA sebagai alat politik. Sementara Gus Dur sangat menyadari bahwa membangun dialog lintas agama dapat menyelamatkan bangsa Indonesia.
"Maka cara Gus Dur adalah mengajak kita turun ke bawah (berkunjung ke pesantren-pesantren untuk berdialog)," ucapnya.
Menurutnya, ketegangan yang terjadi pada 1996 dapat ditarik pada konteks pemilu hari ini, yang sama-sama memunculkan politik identitas dan ketegangannya sangat terasa. Sehingga, kehadiran figur seperti Gus Dur yang mampu mencairkan suasana melalui dialog sangat didambakan.
"Nah, Gus Dur mampu mencairkan suasana, baik di tingkat elit maupun di tingkat akar rumput," ucapnya.
Gus Dur, katanya, mempunyai kekuatan untuk menyatukan, yakni melalui bangunan komunikasi secara sederhana sehingga tokoh-tokoh agama, seperti kiai dapat menerimanya.
Selain Romo Benny, hadir juga menjadi pembicara, yakni Penulis Buku 'Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif' Syaiful Arif, dan Ketua Perkumpulan Jarkom Desa Anom Surya Putra. (Husni Sahal/Kendi Setiawan)