Nasional

Shalawat Nariyah dan Pentas Teater Sambut Kirab Resolusi Jihad di Situbondo

Jumat, 14 Oktober 2016 | 07:00 WIB

Situbondo, NU Online
Di Pondok Pesantren Walisongo Situbondo, Tim Kirab Resolusi Jihad 2016 disambut penampilan hadrah Walisongi, Kamis (13/10) malam. Tidak hanya itu, iring-iringan pawai dari santri sepanjang dua kilometer, turut mengiringi Tim Kirab memasuki Ponpes Walisongo.

Begitu tim tiba di Pondok Pesantren asuhan KH Kholil As'ad Syamsul Arifin, upacara penyambutan segera digelar. Bupati Situbondo Dadang Widiarto, Ketua Tanfidziyah PCNU Bondowoso KH Abdul Qodir Syam, Ketua PCNU Situbondo KH Zaini Samhadi, turut hadir. KH Ahmad Khusyari dan Pengasuh Ponpes Walisongo KH Kholil As'ad Syamsul Arifin memberikan taushiyah.

Menurut KH Kholil As'ad Syamsul Arifin, Islam adalah agama perdamaian, persatuan, kemanusiaan dan kemerdekaan. Oleh karena itu, umat Islam, harus membantu menciptakan terciptanya perdamaian, persatuan, kemanusiaan, dan kemerdekaan. Dunia pesantren berperan besar dalam kesemuanya itu.

Usai tausiyah oleh KH Kholil, peserta diajak bersholawat. Sholawat yang dibacakan adalah solawat Nariyah. Dipimpin langsung KH Kholil, solawat Nariyah dibawakan dengan beberapa jenis nada atau cengkok.

Iringan musik hadrah dengan dominasi kendang khas Situbondo mengiringi salawat. Tak ayal, lapangan tempat berlangsungnya acara bergemuruh karena ribuan santri yang hadir turut bersemangat menyatu dalam alunan solawat Nariyah.

Dari Ponpes Walisongo, Tim sebenarnya diagendakan berpindah untuk selanjutnya menginap di kantor PCNU Situbondo. Namun agenda mendadak berubah karena pihak ponpes menginformasikan bahwa malam itu santri ponpes telah menyiapkan pentas budaya.

Beberapa anggota tim yang sudah bersiap menuju bus pun, kembali memadati panggung. Adalah Tabbhuen Walisongo, kelompok teater Ponpes Walisongo yang telah menyiapkan pertunjukan. Malam itu, mereka membawakan judul "Setetes Embun di Tengah Padang Tandus".

Pentas teater yang menerjunkan tak kurang dari empat puluh personel, berkisah tentang perjuangan KH Hasyim Asy'ari dalam masa perang kemerdekaan 1945 hingga melahirkan Resolusi Jihad. Pentas ini didukung antara lain Ahmad Hidayatullah sebagai KH Hasyim Asy'ari, Moh Wafi sebagai KH Wahab Hasbullah, Aguswedi sebagai KH Bisri Sansuri, Ahmad Dardiri sebagai Jenderal Sudirman,  Mohammad Amin Toha sebagai Bung Tomo, Mohammad Aqibatul Lutfi sebagai Bung Karno, Mohammad Zaini sebagai Bung Hatta, dan Ahmad Jailani sebagai Ibunda Bung Tomo.

Untuk mendekatkan nuansa Surabaya 1945 ke masyarakat terkini, cerita dilengkapi tokoh tambahan Kusno Wibowo dan Markesot yang juga dimainkan secara apik oleh Abdul Wafi dan Ariyanto.

Pentas yang sesekali diiringi ilustrasi musik berupa lagu bernuansa hadrah, berakhir lewat tengah malam. Mohammad Alimus Syahid, penulis cerita, yang ditemui NU Online selepas pentas, mengatakan pementasan ini merupakan produksi ke-15 kelompok teater mereka. Kisah yang ditampilkan adalah dorongan atau ide langsung dari KH Kholil As'ad. Tema ini sesuai dengan Resolusi Jihad NU dan Hari Santri Nasional.

Sebelum dipentaskan, Ali merombak naskah hingga tiga kali. Penulisan naskah ini dilakukan juga dengan berkonsultasi terlebih dahulu kepada KH Agus Sunyoto. Tujuannya agar ada keakuratan cerita karena terkait dengan sejarah. Selain itu, konsultasi juga dilakukan dengan PWNU Jawa Timur.

Kemeriahan solawat Nariyah dan pentas teater, menjadi suguhan istimewa dari Ponpes Walisongo  yang sulit dilupakan dalam perjalanan Kirab Resolusi Jihad 2016. (Kendi Setiawan/Fathoni)


Terkait