Nasional

Terorisme dan Radikalisme Itu Nyata, Bukan Pengalihan Isu

Rabu, 25 Maret 2015 | 04:31 WIB

Jakarta, NU Online
Terkait pemberitaan terorisme dan radikalisme yang muncul ke permukaan saat ini, ada yang berpendapat bahwa hal itu merupakan pengalihan isu pemerintah dari kondisi pemerintahan yang dinilai sedikit bermasalah di bidang politik dan ekonomi.
<>
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlah Darus Salam Sukorejo, Bangsalsari, Jember KH Misbahus Salam menolak pandangan ini saat menjadi peserta Internasional Conference on Terrorism & ISIS  di JIEXPO Kemayoran Jakarta, 23 Maret 2015.

Menurutnya, terorisme dan radikalisme itu nyata di Indonesia dan terbukti dengan adanya aksi pengeboman dan pelaku bom bunuh diri yang terjadi di beberapa tempat, pembunuhan terhadap aparat dan masyarakat  di Poso, dan ancaman dari Abu Jandal al-Indonesi terhadap Panglima TNI, Polisi, Banser dan penentang Khilafah dan Daulah Islamiyah lainnya. Sejumlah warga Indonesia juga nyata direkrut oleh jaringan kelompok garis keras pendukung negara Islam Irak dan Syuriah (ISIS).

Dalam pandangan Misbah, ektremisme disebabkan antara lain oleh pemahaman ajaran Islam yang dangkal dan sempit, konstelasi politik Timur Tengah, termasuk okupasi dan kekejaman Israil atas Palestina, porak porandanya negara Irak, Lybia dan negara lainnya yang terus menerus diterpa konflik.

Udara kebebasan pascareformasi juga meningkatkan jumlah ormas Islam dan menambah perluasan jaringan teroris internasional untuk mengobarkan semangat membentuk negara Islam di Indonesia. Penyebab lain terorisme dan radikalisme adalah adanya ketidakadilan dalam berbagai sektor kehidupan; kemiskinan, kebodohan, serta kecanggihan teknologi informasi yang dimanfaatkan oleh kelompok ekstrem.

Untuk menyikapi situasi ini, ia menekankan perlunya meningkatkan pemahaman Islam yang benar, damai, sejuk, cinta kasih melalui lembaga-lembaga yang berkompeten seperti NU, Muhammadiyah, pondok pesantren, yayasan,  lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya.

“Terapkan hukum positif secara optimal, melengkapi Undang-undang tentang terorisme dan radikalisme, dan wujudkan keadilan di semua sektor,” tandas tokoh muda NU yang juga pernah ikut Diskusi terbatas dengan Densus 88 dan BNPT di Jakarta 11 Maret lalu.

Menurutnya, upaya program deradikalisasi perlu dimaksimalkan dengan menfaatkan teknologi informasi dan media, serta meningkatkan kerja sama pemerintah Indonesia dengan pemerintah dari negara-negara yang menjadi basis gerakan terorisme dan radikalisme. (Red: Mahbib)


Terkait