Nasional

Tradisi Haul, Wujud Penghormatan terhadap Leluhur

Ahad, 23 November 2014 | 13:53 WIB

Kudus, NU Online
Selama bulan Muharram, banyak masyarakat mengadakan peringatan haul makam leluhur, seperti para wali, pendiri desa/kota, atau lainnya. Mereka mengemas acara dengan berbagai bentuk, dari tahtimul Qur'an, tahlilan, hingga ganti luwur (penutup makam) dan pengajian umum.
<>
Di Kudus, kegiatan haul tradisi buka luwur makam para wali atau ulama besar sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun. Sejak awal Muharram, buka luwur makam Sunan Kudus diadakan selama sepekan mulai 1-10 Muharram. Kemudian berlanjut pada haul santrinya Sunan Kedu di Desa Gribig (13 muharram), dan buka luwur Sunan Muria setiap 15 Muharram sebagai puncak acaranya.

Di sejumlah desa, masyarakat hampir secara  berurutan waktunya juga memperingati  haul. Terakhir, tepatnya Sabtu-Ahad (22-23/11) ini, warga desa Padurenan Gebog Kudus memperingati haul ulama asal Madura, Raden Muhammad Syarif, di Kompleks Makam dan Masjid Asy-syarief desa setempat.
 
Menurut pengurus Syuriah PCNU Kudus KH Ahmad Asnawi, tradisi haul para wali atau ulama besar merupakan wujud rasa menghormati dan mencintai para leluhur. Dikatakan, ulama yang peringati haul ini diyakini memiliki peran penting terhadap tumbuh kembangnya ajaran Islam di masing-masing tempat.

"Sudah sewajarnya, masyarakat menghormatinya karena waliyullah berdakwah agama Islam yang dibawa dari pendahulunya, termasuk ajaran Rasulullah guna mencerahkan semua umat," katanya di depan jamaah Masjid Asy'syarif Padurenan Gebog Kudus, Jum'at (21/11).

KH. Ahmad Asnawi mengajak masyarakat melanjutkan estafet perjuangan para wali atau ulama pendahulu seraya menjaga warisannya seperti pendidikan, madrasah, ajaran ilmunya ataupun amalannya.

"Sikap menjaga warisannya inilah yang sebetulnya menjadi hakekat cinta (haqiqatul mahabbah) yang sebenarnya kepada para wali, ulama dan leluhur. Ini harus kita uri-uri (lestarikan) dan lestarikan dalam bentuk tradisi haul," tandasnya.
 
Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris PCNU Kudus Agus Hari Ageng. Menurutnya, di samping harus dijaga sebagai budaya, haul memiliki nilai-nilai budi luhur terkait ajaran  wali.  
 
"Karena haul atau buka luwur jangan hanya dimaknai sebatas tradisi ritual belaka. Tetapi terkandung makna meneladanitokoh atau wali  Allah," terangnya kepada NU Online.

Ia mengharapkan tradisi ini harus dilestarikan sebagai upaya mengingatkan ajaran atau amalam dari sosok  yang penuh budi pekerti. Dengan demikian, tidak kehilangan jati dirinya dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama. (Qomarul Adib/Mahbib)
 

Foto: Suasana  acara khatmil Qur'an sebagai rangkaian peringatan haul Raden Muhammad Syarief desa Padurenan Gebog Kudus, Sabtu (22/11).


Terkait