Nasional

Warga Yogya Gelar Kenduri Kebangsaan Damai Tanpa ISIS

Senin, 30 Maret 2015 | 11:01 WIB

Yogyakarta, NU Online
Sholawat Nabi Muhammad SAW mengalun diiringi rebana dan tepukan tangan ala tembang Jawa pada "Kenduri Kebangsaan, Islam Pelopor Perdamaian di Indonesia: Jogja Istimewa Tanpa ISIS", berlangsung di Lapangan Krupukan, Jlagran, Yogyakarta, Ahad (29/3) malam.<>    

Pengajian menghadirkan Gus Irwan Masduqi dari Ponpes Assalafiyah, Mlangi, Yogyakarta tersebut terselenggara atas kerjasama OUR Indonesia dengan warga RW 03 Jlagran Gedongtenggen, serta Keluarga Besar Surengpati.     

"Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia menjadi tolok ukur Islam demokratis," ujar  Tri Agus Inharto dari Our Indonesia kepada NU Online.    

Pria yang biasa dipanggil Pedro itu melanjutkan, kehadiran ISIS dengan aksi-aksi kekerasan brutalnya telah menimbulkan keprihatinan dunia, termasuk dunia Islam sendiri.    

"Gerakan dengan wajah kekerasan ini telah sampai ke Indonesia. Sebagian orang Indonesia telah bergabung dengan ISIS. Permasalahan ini perlu disikapi dengan menegaskan kembali komitmen dengan ikatan sebagai bangsa," ujar alumni Hukum Univeritas Janabadra itu.    

Kenduri kebangsaan ini, tutur Pedro lagi, mengajak semua elemen di Yogyakarta mempertahankan dan mengembangkan semangat kebangsaan dan peradaban sebagai pemersatu bangsa dan menolak aksi-aksi kekejian atas nama ISIS.    

"Islam tidak boleh dibajak dan direndahkan oleh ISIS. Islam Indonesia adalah pelopor perdamaian di Yogyakarta. Dengan kenduri kebangsaan ini kita mau mengajak masyarakat untuk membentengi diri dari pengaruh-pengaruh yang negatif dan merusak. Jogja makin istimewa tanpa ISIS," ujar Pedro yang didapuk sebagai koordinator kegiatan itu.     

Hadir dalam kegiatan itu ratusan masyarakat, aktivis Gusdurian yang juga Ketua PC GP Ansor Klaten, Marzuki.    
Marzuki menuturkan, pengajian ini menarik karena dalam balutan nuansa Jawa, bapak-bapak yang membaca sholawat dan menyanyikan lagu-lagu Islam dalam balutan pakaian adat Jawa, sorjan dan blangkon. Ini pengajian yang mengangkat kultur, pihaknya tidak melihat Islam dalam konteks fisik, namun peran Islam dalam membawa perdamaian. 

"Ini cara menyampaikan Islam Rahmatan Lil Alamin dengan mengangkat budaya dan menolak radikalisme atas nama agama," ujar Marzuki. (Gatot Arifianto/Fathoni)


Terkait