Opini

Jalan Mendaki Rekonsiliasi

Senin, 2 Oktober 2006 | 13:38 WIB

Salahuddin Wahid

Sejarah kita penuh pemberontakan dan kekerasan oleh negara atau antarwarga. Jumlah korban terbesar adalah Peristiwa G30S.

Era reformasi memberi kesempatan untuk menyembuhkan luka kolektif bangsa. Diusulkan agar dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. September 2004 diundangkan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR.

<>

Panitia seleksi memilih 42 calon anggota KKR (1/8/2005). Hingga kini Presiden belum menentukan 21 dari 42 nama itu. Pihak korban mengajukan judicial review karena dianggap tidak memihak korban. Lawan juga mengajukan judicial review karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Beberapa pihak memulai langkah rekonsiliasi sosial, salah satunya Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat (Syarikat Indonesia), fokus pada keluarga dan korban peristiwa 1965, dibentuk (2001) kaum muda NU. Aktivis Syarikat mencari korban dan keluarga. Terungkap perlakuan diskriminatif bagi korban dan keluarga selama puluhan tahun.

Dialog implementasi

Pada 15 September 2006 di Pesantren Tebuireng digelar dialog implementasi UU KKR dalam perspektif integrasi nasional. Hadirin ialah korban kekerasan PKI, Letkol Udara (Pur) Heru Atmojo, aktivis Syarikat, serta ahli sejarah dan calon anggota KKR, Anhar Gonggong. Semua menyampaikan pendapat.

Heru Atmojo (30/9/1965, sore) mendapat info ihwal AD yang akan kudeta. Saat melapor ke Panglima AU, ia diminta menemui Brigjen Supardjo dan baru ditemui pukul 05.00 (1/10/1965) di Penas. Heru lalu diajak ke Istana menemui Bung Karno. Heru melapor pada Komodor Dewanto (MBAU) dan Panglima AU di Halim. Sebenarnya, Heru tak mengenal Untung dan para tokoh PKI, ia hanya loyal pada BK.

Saat belajar di AS, Heru ditanya, "Who is the target? Rusia is the past, China is the future, BK is the present. The target is BK". Intinya, biang keladi kerusuhan dunia termasuk G30S adalah AS.

Arukat Jaswadi mengatakan, UU KKR dibuat untuk kepentingan politik, menghidupkan kembali PKI. Ingin dikesankan, yang bersalah adalah Pemerintah dan AD, PKI tidak salah. Arukat dan kawan-kawan tidak ingin memperpanjang perseteruan di antara anak bangsa, tetapi menolak bangkitnya neo-PKI yang akan merusak persatuan bangsa.

Menurut KH Yusuf Hasyim, pemberontakan PKI 1948 dan 1965 cukup bermakna. Meski kurikulum 2004 bidang sejarah mencantumkan banyak pemberontakan, tetapi pemberontakan 1948 dan 1965 tak dicantumkan. Maka, KH Yusuf Hasyim dan kawan-kawan meminta Depdiknas membatalkan kurikulum itu.

Ibrahim, saksi mata peristiwa Kanigoro, menyatakan, AD menolak usul PKI membentuk angkatan kelima (petani dan buruh dipersenjatai), tetapi AU setuju. Saat itu di mana-mana ada teror (aksi sepihak) oleh PKI dan underbaw-nya. Penghinaan agama dilakukan dengan pentas ludruk Matine Gusti Allah. Ayat Al Quran La raiba fiih dipelesetkan PKI menjadi "rai babi".

Menurut Imam Azis (Syarikat), diskriminasi berjalan hingga hubungan sosial. Maka, tanpa rekonsiliasi sosial, rekonsiliasi struktural tak bisa berjalan. Pengungkapan fakta dilakukan, tetapi sulit, ingatan narasumber kurang kuat. Ini menegaskan pelaku juga korban. Orang dipaksa menjadi eksekutor. Yang penting, mencegah jangan sampai tragedi terulang lagi.

Ayah Kusnul (Syarikat) anggota Banser dan belum bersedia rekonsiliasi dengan korban 1965. Tetapi, Kusnul berbeda. Dia bertanya mengapa konflik terus dipelihara, KKR adalah proses saling memaafkan. Menurut Kusnul, tidak betul keluarga korban itu ateis, mereka beribadah.

Prof Noorsyam menyatakan, rakyat dan bangsa Indonesia menjunjung tinggi UUD dan Pancasila. Rekonsiliasi nasional harus berdasar Pancasila. Komunisme dan neoliberalisme (identik neoimperialisme) tidak cocok dengan Pancasila.

Belum pernah berdamai

Menurut Prof Djoko Surjo, sejarawan UGM, rekonsiliasi perlu berwawasan sejarah bangsa yang arif dan integratif. To understand the past for the purpose of building the future. Dinamika pergumulan dan konflik ideologi di antara komponen bangsa harus diakhiri. Kita harus arif melihat persoalan bangsa yang kritis. UU KKR diharapkan dapat menyelesaikan persoalan bangsa, bukan memperkeruh.

Anhar Gonggong menyatakan, sepanjang sejarah kita belum pernah berdamai. Setelah merdeka kita berkelahi karena ideologi. Tugas utama kita, bagaiman


Terkait