Oleh Kumail Ja'far
Tujuan merupakan perihal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Ya, setiap manusia memiliki tujuan yang berkaitan dengan hal-hal yang sangat prinsip, seperti perusahaan, organisasi dan berbagai macam penting lainnya.
Untuk mencapainya tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak hal yang harus dikorbankan seperti halnya proses menuju kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia adalah salah satu contoh yang sangat jelas di hadapan kita, di mana tujuan kemerdekaan itu dicapai dengan berbagai macam pengorbanan, seperti; darah, harta, keluarga, sahabat, para tokoh dan masih banyak lagi.
Bahkan, kita bisa lihat pada setiap tahunya, dengan keberhasilan para pahlawan memerdekakan Indonesia dari cengkraman para penjajah, seluruh rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang biasa diperingati pada 17 Agustus itu, baik dalam bentuk upacara bendera maupun dalam perlombaan, yang masing-masing darinya memiliki filosofi tersendiri.
Perlu kita ingat, untuk mencapai tujuan memerlukan komponen, yang denganya sudah sering kita dengar, terutama ketika menjelang pemilu, hal tersebut adalah visi dan misi. Keduanya sangat memiliki peran yang sangat prinsip untuk mencapai tujuan. Tanpanya, sebuah tujuan akan menjadi sulit untuk dicapai.
Oleh karenanya, ketika menjelang pemilu, atau perihal yang berkaitan dengan perusahaan, organisasi, masing-masing darinya memiliki yang namanya visi dan misi. Di mana, dengan kedua itu, nantinya dapat mengantarkannya mencapai pada tujuannya.
Muncul pertanyaan di benak kita, jika manusia di dalam segala aspek kehidupannya memiliki tujuan, apakah yang menciptakan manusia tidak memiliki hal tersebut? Tentu dapat dipastikan bahwa Allah memiliki tujuan dalam setiap apa yang diciptakan.
Kita bisa lihat dalam Al-Qur’an, Allah sering menegaskan dan menyinggung tentang setiap ibadah atau ciptaannya memiliki tujuan. Seperti dalam penggalan ayat Al-Qur'an, "Aku tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku." (Adh-Dhariyat :56).
Ibadah merupakan salah satu tujuan atas terciptanya manusia, begitu pula dalam ayat yang berkaitan tentang puasa, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelumnya agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa” (Al Baqarah :183)
Di dalam ayat di atas dikatakan, bahwa taqwa adalah tujuan utama dalam ibadah puasa, jikalau ketaqwaan tidak dicapai setelah menjalankan ibadah puasa, maka hal tersebut menjadi sia-sia. Oleh karenanya, kita bisa dapatkan hadits Rasulullah SAW yang berkata “Betapa banyak orang yang menjalankan ibadah puasa akan tetapi tidak mendapatkan apapun darinya hanya rasa dahaga dan lapar”.
Hadits ini menunjukkan, ibadah puasa tujuan prinsipnya adalah taqwa, rasa dahaga dan lapar itu hanya sebuah perantara tidak lebih dari itu. Allah menginginkan atas hamba-Nya agar menjadi orang-orang yang bertakwa atas puasa yang mereka laksanakan, bukan hanya sebatas menahan lapar dan dahaga. Lebih dari itu, ketakwaan menjadi tujuan atas diwajibkanya puasa.
Kita bisa lihat, setiap agama memiliki yang namanya ibadah, karena ibadah merupakan suatu fondasi penghubung antara hamba dan Tuhannya,atau yang sering disebut dengan ibadah vertikal, terlepas dari cara masing-masing mereka dalam mengekspresikanya, karena setiap agama memiliki cara tersendiri dalam menjalankan ibadahnya. Di samping itu, setiap agama memiliki hari besar atau hari spesial.
Shalat dalam bahasa Arab memiliki berbagai macam makna atau arti. Salah satunya adalah doa. Namun dengan berjalanya waktu, shalat sudah diartikan dengan ibadah yang memiliki gerak khusus seperti; ruku, sujud dan lain sebagainya, dan shalat sendiri salah satu ibadah yang diwajibkan dalam agama Islam.
Banyak ayat dan hadits yang menerangkan atas diwajibkannya shalat, namun yang menjadi pertanyaan, apakah shalat itu sendiri menjadi tujuan, atau apakah Allah mewajibkan hamba-Nya shalat tanpa memiliki tujuan, atau terkandung di dalamnya tujuan-tujuan suci?
Ketika Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk melaksanakan shalat, pasti di dalamnya memiliki tujuan-tujuan suci. Kita bisa lihat dalam Al-Qur’an, dengan tegas Allah berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah kalian dari perbuatan keji dan mungkar.”(Al-Ankabut :45). Keji dan munkar adalah tujuan pokok dalam ibadah shalat, bahkan dalam ayat yang lain Allah mengkategorikan orang yang melaksanakan shalat itu sebagai orang sukses dan beruntung, “Sungguh beruntung (sukses) orang-orang yang beriman, (yaitu) mereka adalah orang-orang yang khusuk dalam shalatnya." (Al Mu’minun :1). Dan banyak ayat-ayat Al Qur’an yang membicarakan tentang ibadah shalat.
Namun, kalau kita perhatikan dalam realita sosial, masih terlihat perbuatan dan perilaku jahat yang oknumnya adalah orang Islam itu sendiri, padahal ibadah-ibadah vertikal telah banyak dilaksanakan terutama shalat, yang pelaksanaanya bersifat rutinitas, dan hampir banyak hal jika dilaksanakan secara terus menerus, atau rutin, sudah dipastikan akan memberikan dampak seperti; jika kita terus menerus hidup tidak teratur dalam menjaga makanan yang menyehatkan, maka akan memberikan dampak negatif sakit, dan sebaliknya, namun ibadah vertikal itu masih tidak memberikan dampak positif kepada sesama manusia (efek-horizontal).
Padahal, tujuan-tujuan pelaksanaan salat agar manusia bisa memperbaiki perilakunya terhadap manusia lainya. Ini yang penulis katakan, bahwa mereka melaksanakan ibadah shalat masih menyembah shalat itu sendiri. Dengan kata lain, mereka masih mengkultuskan shalat itu sendiri, tapi masih belum sampai pada tujuan shalat yang sesungguhnya, yakni memberikan dampak positif kepada diri sendiri maupun orang lain. Karena shalat itu hanya perantara, tujuan utamanya adalah mendekat (taqarrub) dan jika seorang dekat kepada Tuhannya atau yang disembahnya, sudah bisa dipastikan akan bisa mengaplikasikan sifat-sifat Tuhannya, seperti yang Maha Penyayang, Pengasih dan sifat-sifat positif lainya.
Sebagian manusia, melakukan shalat hanya sebatas perintah dan kewajiban dari-Nya, lalu seolah tak punya tanggungan setelah melaksanakannya. Lebih dari itu, shalat itu diwajibkan agar manusia bisa selalu mengingat Tuhannya dan mendekat kepadaNya sehingga bisa memberikan dampak sifat-sifat yang positif dan suci dari Tuhannya, dari hal tersebut dia bisa mengaplikasikanya pada diri pribadi.
Layaknya tujuan shalat yaitu memperbaiki diri manusia, begitu pula dengan adanya kewajiban shalat, diharapkan bisa mengubah pribadi manusia ke arah yang lebih baik, bukan sebaliknya. Dan tentunya selayaknya shalat dapat menularkan kepada pribadi kita.
Penulis adalah mahasiswa di Libanon di Universitas Ma'had Syar'i Islamy