Pesantren

Program 2 Tahun Hafal Al-Qur’an di Pesantren Fatahillah

Rabu, 18 Juni 2014 | 10:01 WIB

Probolinggo, NU Online
Usia Pesantren Fatahillah Ibnu Nizar sudah menginjak sepuluh tahun. Ada sekitar 20 santri putri yang sudah lulus dan hafal Al Qur’an. Pesantren ini didirikan oleh almarhum KH Nizar tahun 2004 silam. Sejak tahun 2009, pendirinya sudah mangkat dan digantikan oleh KH. A Nabil Nizar.<>

Pesantren Fatahillah Ibnu Nizar terletak di Desa Sumberkerang Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo. Dari jalan raya pantura, jaraknya sekitar 1 kilometer. Pesantren ini khusus santri putri. Jumlahnya sudah mencapai sekitar 50 anak. Peletakan batu pertama pesantren dilakukan sendiri oleh pendirinya Almarhum Kiai Nizar sepuluh tahun silam.

Sebelum mendirikan pesantren ini, Kiai Nizar juga mendirikan pesantren Fatahillah. Namun pesantren itu mengembangkan jurusan pendidikan formal. Letaknya di seberang jalan pesantren yang khusus mengembangkan seni menghafal Al Qur’an ini. “Untuk disini fokus kepada Tahfidul Qur’an,” kata Pengasuh Pesantren Fatahillah Ibnu Nizar Kiai A Nabil Nizar, Selasa (17/6).

Di pesantren ini hanya butuh waktu dua tahun untuk bisa menghafal Al Qur’an. Bahkan pengasuhnya menjadikan batas waktu itu sebagai tumpuan untuk mengukur keberhasilan pesantren. “Kami target 2 tahun santri sudah hafal,” jelasnya.

Untuk menjadi santri di pesantren ini, calon santri harus diseleksi dulu. Calon santri harus dinyatakan bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan lancar. “Jadi ustadzah yang ada disini tinggal memperbaiki ilmu tajwid saja. Tidak mengajari membaca Al Qur’an,” terangnya.

Metode yang dilakukan yakni menyetor tiap maqro’ (tanda berhenti berbentuk huruf hijaiyah ain) setiap pekan. Cara menghafal dilakukan setelah salat Isya dan setelah salat Subuh dengan dibimbing istri pengasuh, Sholehatul Widad. “Kebetulan istri saya hafal Al Qur’an,” tegas alumni Pesantren Sayyid Nawawi, Mekkah Arab Saudi ini.

Lalu penyetoran hafalan itu dilakukan setiap usai salat Jum’at. Jika pekan pertama waktu setor dinyatakan sudah hafal, maka pada pekan dua menghafal makrok selanjutnya. Dengan cara itu, Nabil yakin dalam tenggang waktu dua tahun santrinya sudah bisa hafal. “Demikian untuk penyetoran selanjutnya. Itu dilakukan agar santri tidak lupa pada ayat yang sudah dihafal,” tambahnya.

Untuk memastikan konsentrasi santrinya, Nabil sendiri sangat ketat menjaga santrinya. Tidak boleh ada santri yang memegang ponsel. Hal itu dilakukan agar santri tidak bersinggungan dengan hal-hal negatif. Baginya, pada usia santri membawa ponsel bukanlah sebuah kebutuhan. Sebab menurutnya tugas santri hanya untuk belajar. “Kalau ada yang membaca ponsel otomatis keluarga akan kami panggil untuk membawa kembali anaknya,” ungkapnya.  

Ketegasan itu dilakukan agar santri tidak berani. Sebab satu saja ada santri yang membawa ponsel dan masih ditoleransi, nantinya akan diikuti santri lain. “Agar tidak menjadi virus, maka langkah tegas harus diambil,” lanjutnya.

Buah dari ketegasan itu, prestasi pun diraih. Sejak tahun 2004 lalu, sudah 20 santri yang dinyatakan hafal. “Setelah hafal, mereka diijazah. Mereka ditalqid dulu dan dites kalau masih ada yang lupa, masih dinyatakan belum hafal,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Anam)


Terkait