Warta

Bangsa Indonesia Butuh Sikap Keteladanan

Jumat, 31 Oktober 2003 | 09:34 WIB

Jakarta, NU.Online
Bangsa Indonesia sangat miskin sikap keteladanan dari para pemimpin dalam hal kebersamaan, kesederhanaan, kesantunan, keikhlasan dan kejujuran ditengah situasi prihatin yang terus berlangsung

"Padahal keteladanan inilah yang kita butuhkan untuk menghapuskan ketimpangan dan kesenjangan yang  menjadi sumber dan pemantik bara api apatisme, frustasi dan kemarahan social yang berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara," ungkap Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Lembaga Perekonomian Nahdlatul 'Ulama (PP-LDNU) H.A.Sidik Prawiranegara, SH. dalam acara Refleksi Ramadlan 2003/2004  dengan topik "Meneguhkan Komitmen Kebangsaan Menghadapi Terorisme, Separatisme, dan Ancaman Disintegrasi, di Jakarta, Jum'at (31/10/2003)

<>

Dalam Diskusi yang di moderatori Imam Anshori.S (Media Indonesia) Dihadiri oleh Duta Besar Inggris HE, Richard Grozny, Wakil Kepala BIN H. As'ad Aly, Ketua PBNU KH. Salahuddin Wahid, Ir. H. Musthofa Zuhad Mughni, dan Tokoh Buddhis Indonesia Sudhamek AWS.

Menurut Sidik, berbagai peristiwa yang memperihatinkan belakangan ini seperti tragedi bom Bali, teror bom Hotel JW Marriot  semakin menambah deretan daftar ekstremisme dan terorisme yang mengancam kerukunan umat beragama di republik yang plural seperti Indonesia."Kedamaian kita dihantui oleh perilaku yang  mengatasnamakan agama.Hal ini sungguh mengusik rasa kemanusiaan kita sebagai bangsa," jelasnya

Untuk itu bagi ummat Islam sendiri, puasa tahun ini haruslah dijadikan momentum untuk mulai mewujudkan tanggung jawab kebangsaannya sebagai "bagian terbesar" dari warga bangsa ini. Yakni bagalmana ummat terlibat lebih konstruktif dalam menyelesaikam permasalahan yang menghantui bangsa sekarang ini. Karena rnasalah separatisme, terorisme, kerniskinan, dan korupsi tidak lain adalah masalah umrnat, karena bentuk nyata dari istilah bangsa dalarn wacana keseharian kita adalah ummat (Islam) itu sendiri.

Karena itu di bulan Ramadlan yang penuh rahmat, ampunan dan berkah harus di jadikan momentum untuk meningkatkan kualitas spiritual (ibadah) maupun kualitas kemanusiaan dan social. Bagi bangsa Indonesia sendiri, datangnya bulan suci Rarnadlan tahun ini merupakan momentum yang tepat untuk merenungkan dan meneguhkan kembali kornitmen kebangsaan yang akhir-akhir ini terasa semakin melonggar.

Tentu, dengan lebih mempererat tali silaturrahim, kepedulian dan kebersamaan; jangan lagi saling menyalahkan atau mencari karnbing hitam atas setiap kejadian; jangan lagi ada yang disingkirkan atau dinistakan; jangan sampai setitik kelalaian seseorang atau sekelompok anak bangsa memporak porandakan kedamaian, ketentraman dan masa depan seluruh bangsa. "Karena itu yang perlu dilakukan adalah bersama-sama mencari jalan keluar terbaik atas berbagai rnasalah kebangsaan yang kita hadapi," demikian H. Sidik Prawiranegara. (Cih)***


Terkait