Warta

Berawal dari Langgar menjadi Pesantren Modern

Senin, 23 Mei 2011 | 23:56 WIB

Semarang, NU Online
Rata-rata pondok pesantren di Semarang terlah burusia tua dan diteruskan oleh keturunan pendirinya. Namun ada satu pesantren yang baru dan bernuansa modern. Ialah Ponpes Roudlotus Saidiyyah. Berada di Kampung Kalialang Baru Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunung Pati, Semarang.

Pesantren yang dikenal sebagai Ponpes Roudlotus Saidiyyah Kalialang ini didirikan KH Said Al-Masyhad pada tahun 1994. Kiai Said mendirikan pesantren ini karena melaksanakan wasiat dari gurunya, KH Muhsin Syafii usai ia mondok pada kiai besar tersebut di Bululawang, Malang, Jatim. Misinya melakukan syiar Islam di Kota Semarang.<>
Waktu itu, kata Kiai Said, dirinya membangun sebuah langgar di atas tanah seluas 10 m2 yang agak terpencil dari rumah-rumah warga Kalialang.  Santrinya baru beberapa anak muda warga sekitar.

Nama Roudlotus Saidiyyah dipilih berdasarkan petunjuk gurunya, yaitu Simbah KH Marwan, Jragung, Demak dan Romo Kyai Muhsin Syafi’i Malang yang merupakan guru terakhirnya.

Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun Ponpes ini terus berbenah. Sehingga kini memiliki banyak bangunan megah dengan fasilitas lengkap di atas tanah seluas 10 ribu m2.

Karena berdiri di era modern, Kiai Said pun mengadopsi sistem modern untuk pesantrennya. Ia membuat berbagai terobosan yang maju. Bahkan ada kesan kontroversial. Yakni dengan nama tambahan Islam Terpadu (IT) di setiap jenjang pendidikan formal yang ada di pesantrennya.

Biasanya, identitas IT melekat pada sekolah yang didirikan orang non NU, padahal Kiai Said adalah tokoh tulen Nahdlatul Ulama. Tetapi dia sengaja memilih label itu untuk menyaingi lembaga sekolah IT non NU.

Lembaga pendidikan formal yang dimiliki pesantren ini adalah PUD IT, SD IT, SMP IT dan SMK IT.

Tradisional Tapi Full Digital
Jika berkunjung ke pesantren ini, suasana lingkungannya memang serba tradisional. Yakni dominan bangunan kayu dengan ornamen ukir dan kombinasi pepohonan berdaun rindang. Kamar-kamar santri juga berupa rumah panggung dari kayu yang berjajar di antara tanaman.

Apalagi rumah pengasuhnya. Persis ndalem para tumenggung jaman kerajaan. Pintu masuknya saja berupa regol kayu tebal dengan ukiran tiga dimensi. Dipadu susunan batu andesit di sebagian dinding pagar dan lantai tanpa atap.

Namun sebelum sowan, Anda harus lapor satpam, karena si satpam berpeci inilah yang mengatur antrian tamu agar tak saling berebut bertamu. Maklum, di manapun rumah kiai, selalu dibanjiri tamu tiap hari.

Setelah memasuki regol, Anda akan disambut pendopo tempat ia mulang ngaji untuk santri umum di pagi maupun malam hari. Berupa bangunan joglo tanpa dinding. Tentu saja, tanpa pintu dan tanpa jendela.

Lalu di teras rumahnya, ada kolam ikan yang airnya bening mengalir dari sumber air di perbukitan. Gemericik airnya yang dalirkan dengan tempayan dan bumbung, membuat suara merdu yang nikmat untuk belajar.

Para tamu yang menunggu pun betah berada di situ. Selain adanya kicau burung dan suara para santri yang sedang mendaras Al-Qur'an atau wiridan. Terlebih, visi pesantren ini adalah membentuk generasi muslim yang memahami dan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an.

Jangan bayangkan ruang tamu Kiai Said penuh dengan kaligrafi. Pigura berisi lukisan aksara Arab memang ada, namun yang kental justru nuansa keraton. Sebab ada jejeran tombak dan songsong (payung) di atas wadah kayu berukiran indah. Hiasan keris, kaca pengilon antik, juga tampak di dinding ruang tamu.

Segala benda seni ukir dan instalasi kayu dengan nuansa art deco memenuhi ruang tamunya yang luas. Untuk duduk para tamu saja ada tiga set meja kursi berbeda-beda. Ada kursi busa dengan meja kaca, ada kursi kayu kuno bermotif Mataram, ada pula rangkaian kursi panjang yang lantainya dilapisi karpet tebal bermotif aneka rupa.

Maklum, yang sering bertamu tak hanya umat yang butuh doa ata nasihat. Melainkan juga kiai lain, pejabat, pengusaha ataupun orang tersesat. Walikota Soemarmo adalah salah satu yang sering bertamu ke situ.

“Saya memang suka benda antik. Saya mengagumi hasil karya seni nenek moyang kita,” tutur Kiai Said santai, saat Harsem mewawancarainya beberapa waktu lalu.

Hal sangat kontras terdapat di bangunan sekolah pesantren ini. Kalau rumah dan asrama santri bernuansa tradisional, bangunan sekolah formalnya justru full modern. Juga full digital.

Seluruh gedung sekolah plus masjidnya beruba tembok dengan jendela kaca. Seluruh ruang sekolah dilengkapi fasilitas full digital. Ada video dan televisi, ada perangkat multimedia, lab komputer, juga akses internet. Semua santrinya melek internet, dan mengelola situs pesantrennya sendiri. Bukan di blog melainkan situs resmi yang sangat bagus. 

Terang Kiai Said, pesantrennya memang ingin memberi ilmu dan ketrampilan  yang didukung penguasaan teknologi. Karenanya, dibuka SMK, bukan SMA. Ada jurusan SMK teknik informatika di SMK IT Roudlotus Saidiyyah.

Makanya, sejak 2003 sudah mendirikan SD dan terus bertambah hingga SMK. Ia pun mendatangkan guru profesional dari IKIP  maupun Unnes. Sebagaimana aturan Kemendiknas, di luar kurikulum sekolah, ada kegiatan ekstra kurikuler untuk para siswa.

Yaitu Tartil Al-Qur'an, pramuka, Muhadasah (Bahasa Arab), Bahasa Jepang, Inggris dan Jawa, serta aneka olah raga. Seperti  bola basket,  sepak bola, futsal, tenis meja, dan bola volly. Seni kaligrafi dan teater juga digalakkan. Terlebih seni hadroh (rebana) yang baru-baru ini menjuarai lomba rebana tingkat Kota Semarang.

“Untuk lomba Al-Qur'an, seperti hafalan dan tilawah, siswa kami juga sering mendapat juara. Alhamdulillah, para murid semangat belajar di lingkungan sejuk ini,” tuturnya.
Untuk pengajian di pesantren, selain untuk santri, ada pula pengajian umum yang diikuti masyarakat. Bertempat di masjid pondok yang besar nan megah.

Adapun pengajian kitab untuk santri, sama dengan umumnya ponpes di Indonesia. Yaitu fiqih, ushul fiqih, tauhid, nahwu, sharaf, balaghah, akhlak/tasawuf, tafsir al-Quran, hadis, mustholah hadis, bahasa Arab, tajwid, qowaidul fiqih, ilmu tafsir, tarih Islam, tarikh tasyri’, mantiq, dan imla’.

Kitab-kitab yang diajarkan diantaranya Fathul Qarib, Latho’iful Isyroh, Kifayatul Awam, Jurumiyah, Amtsilatut Tashrifiyah dan  Jawahirul Balaghah (balaghah). Lalu Tafsir Jalalain, Bulughul Marom, Lughotul Arabiyah, Tuhfatul Athfal, dan Khulashoh Nuril Yaqin. 


Redaktur    : Syaifullah Amin
Kontributor : M. Ichwan


Terkait