Warta

IJABI Sowan ke PWNU Jawa Timur

Kamis, 31 Mei 2007 | 01:08 WIB

Surabaya, NU Online
Kasus penyerangan pengajian Syiah di Bondowoso, Bangil dan Sampang beberapa bulan lalu, tampaknya menjadi pelajaran yang sangat berarti bagi IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia). Terbukti, para pengurus IJABI dari pusat hingga daerah menyempatkan diri untuk bersilaturahmi ke Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di Jl Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya.

Mereka adalah Furqon Buchori (Ketua PP Tanfidziyah), Drs Ali Syibromalisi (Sekretaris PW), dr Syamsul Hadi (Ketua PD Sidoarjo),  Heri Abdillah (Ketua PD Surabaya) dan Uli Udhiyah (Lembaga Otonom). Mereka diterima oleh Dr H Ali Maschan Moesa MSi (Ketua), H Abdul Wahid Asa (Wakil), H Masyhudi Muchtar (Sekretaris) dan HA Sujono (Wakil Sekretaris). Pertemuan dilaksanakan di ruang pertemuan lantai dua pada Rabu (30/5).

<>

Pada kesempatan itu para pengurus IJABI mengeluhkan sikap warga NU yang banyak menyerang mereka saat pengajian. Kasus yang diangkat adalah Bondowoso, Bangil dan Sampang. “Kalau di pusat kita bisa rukun dengan PBNU, tapi kenapa di bawah kok masih seperti itu?” tanya Ali Sibromalisi kepada para pengurus PWNU Jawa Timur.

Kepada pengurus PWNU, mereka mengidentifikasi beberapa orang yang dinilai sebagai provokator konflik. Uniknya, mereka memiliki kesamaan tempat belajar di Timut Tengah. Ali juga menyesalkan terjadinya konflik, karena bisa dipastikan, yang menjadi korban juga warga NU di lapis bawa.

Setelah para pengurus IJABI diberi kesempatan mengungkapkan keluh-kesahnya, ganti PWNU memberikan jawaban. Ali Maschan menjelaskan, semua peristiwa itu hendaknya diajdikan iktibar (contoh) bagi semua pihak. “Ini soal etika,” kata Pak Ali, sapaan akrabnya.

Konflik yang terjadi, menurut laporan yang diterima dosen IAIN Sunan Ampel itu, banyak bersinggungan ketika IJABI mencaci-maki Sahabat Rasul dalam forum pengajian umum. Padahal Sahabat dalam term Sunni adalah sangat dimulyakan. Pantang untuk diremehkan. “Yang paling peka memang di situ,” tuturnya.

Untuk menjembatani ukhuwah, menurut pengasuh Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya itu, perlu ditempuh dua cara. Pertama, dialog. Dan yang kedua, sikap toleransi dari kedua belah pihak. “Ukhuwah memang harus dijalankan,” tandasnya. namun demikian ia mengharapkan, agar tidak memancing masalah baru, sebaiknya IJABI tidak mengadakan pengajian umum. Dipersilahkan mereka mengadakan pengajian internal saja, untuk menjaga perasaan warga.

Sementara Abdul Wahaid Asa, menambahkan, kunci kerukunan itu adalah komunikasi. Orang NU, secara umum, sudah terlanjur anti Syiah. Meski sebenarnya Sunni-Syiah sudah memiliki banyak kesamaan dan sudah dilakukan bertahun-tahun oleh warga NU, namun mereka tidak akan mau dikatakan sebagai Syiah. Mereka terlanjur antipati. “Yang jelas, kalau kita bentrok, itu tidak ada yang untung, sama-sama rugi,” tuturnya.

Masyhudi Muchtar menambahkan, kerugian besar yang akan didapatkan kedua belah pihak kalau mereka bentrok terus. “Kita akan habis energi, rugi, dan malu,” ujar Pak Hudi, sapaan akrabnya. Di akhir pembicaraan, ia meminta kepada para pengurus IJABI untuk mawas diri. Ia melontarkan pertanyaan sebagai renungan kepada mereka, kenapa mereka sampai diserang? “Pertanyaan itu tidak untuk dijawab, cukup direnungkan di rumah,” ujarnya sambil terkekeh.

Di akhir pertemuan, Furqon Buchori meminta agar mereka diberi kesempatan untuk bertemu dengan para tokoh kontra Syiah yang namanya sudah mereka sebutkan itu. Dari PWNU, mereka mendapatkan oleh-oleh majalah AULA, yang menjadi media komunikasi warga NU Jawa Timur dan telah menjadi media massa terlama yang dimiliki oleh NU di semua tingkatan.(sbh)


Terkait