Warta

Islamisasi, tidak Mampu Wujudkan Nasionalisme

Rab, 28 Oktober 2009 | 02:56 WIB

Brebes, NU Online
Dalam catatan sejarah, tidak bisa dipungkiri andil pemuda sangat besar dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari masa ke masa, dari rezim ke rezim peran positif dan negatifnya, telah terekam jelas. Diakui, peran positif pemuda porsinya lebih banyak sehingga menjadi memori keindahan menuju kesejahteraan masyarakat Indonesia.

“Namun, era kini disinyalir nasionalisme meleleh dalam benak pemuda akibat munculnya tawaran dengan dalih pembelaan Islam, dengan mengorbankan NKRI,” papar Ketua Lembaga Kajian Santri dan Pelajar PC IPNU Brebes H. Abdul Ghofur MAg.saat menyampaikan diskusi Kepemudaan IPNU dalam rangka malam refleksi Sumpah Pemuda di Sekretariat PC IPNU-IPPNU Jalan Setiabudi 19 Kembang Baru Brebes Selasa (27/10) malam.<>

Menurut dia, Pemuda, sesuai dengan jiwa mudanya berkobar tak terbendungkan. Boleh saja frontal dalam membangun peradaban baru, tapi tidak boleh anarkis. Langkah terbaik, adalah melalui langkah-langkah yang sistemik dengan bekal pencerdasan, persatuan dan kesatuan.

Pengertian Nasionalisme, lanjutnya, jangan dipandang secara sempit, tapi harus luas. Keliru kalau nasionalisme hanya dengan mempertahankan paham keagamaan belaka. Tapi tanpa melihat warna kebhinekaan Indonesia. Islam Rahmatan Lil Alamin yang mengenal kaca Bhineka Tunggal Ika. “Peng-Islam-isasian, tidak mampu mewujudkan Nasionalisme murni, bahkan memecah belah,” tegasnya.

Penguatan nasionalisme, tambah Ghofur, juga bisa dilakukan melalui jalur rasa memiliki organisasi dan tidak gengsi. Dalam kondisi ekonomi apapun, jangan gengsi berorganisasi termasuk ikut IPNU. Yakinlah, dengan ikut berorganisasi kita bisa memetik manfaat ekonomi dengan berbagai kegiatan kreatif dan produktif. “Manfaat ekonomi bukan berarti numpang hidup di IPNU, tapi pemberdayaan potensi diri entrepreneur,” tandasnya.

Senada dengan H Ghofur, Koordinator Pantura PW IPNU Jateng Nurkholis menyatakan, benih-benih nasionalisme bisa tumbuh kalau mau melepas Chauvinisme (sifat kedaerahan yang berlebihan). Ibarat bermain sepak bola, tidak bisa semua pemain jadi *striker*.  Sangat naïf, hanya demi mengejar label sebagai pencetak gol, lalu harus memaksakan diri sebagai striker. “Sebuah tim work, tentu harus sadar dan tahu tugas pokok dan fungsinya masing-masing,”  papar Cholis.

Nurkholis meminta, kepada seluruh anggota IPNU jangan jengah berorganisasi hanya karena adanya himpitan ekonomi. Ikut IPNU juga bagian dari perjuangan membangun bangsa. “Kemampuan bergerak, kerja sama dan bagi tugas bisa membuahkan kreatifitas membangun ekonomi diri,” tandasnya.

Sementara dari PAC IPNU Brebes Khunaedi berpandangan, penguatan nasionalisme bisa dilakukan IPNU dengan jalan mengedepankan keakraban antar anggota, jalin silaturokhmi dan singkirkan ‘pesanan’ kepentingan politik. “Silaturohmi yang dijalin pengurus ke anggota misalnya, akan menguatkan jejaring hingga ke akar,”  pandangnya.

Diskusi yang mengambil tema “Antara Ghiroh Pemuda Untuk Bangsa dan Himpitan Ekonomi“ dengan moderator Ali Fauzan berlangsung seru. Ketua PC IPNU Brebes Ahmad Munsip menjelaskan, tujuan digelarnya kegiatan ini untuk lebih menggairahkan kembali semangat nasionalisme melalui aktivitas berorganisasi.

Sedikitnya 60 anggota IPNU dari perwakilan 17 PAC Se Brebes saling adu argumentasi yang pada intinya saling menguatkan. Diskusi membuat peserta tidak puas karena terbatasnya waktu yang tersedia. (was)

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Terkait