Warta

Melihat Nasib Umat Islam di Italia

Senin, 28 Juni 2004 | 10:02 WIB

Italia, NU Online
Meski letaknya berada di tengah kota, mesjid Viale Jenner tampak sangat terkucil dari lingkungan sekitarnya. Letaknya terpencil di tengah-tengah blok apartemen yang kusam dan bangunan-bangunan  suram yang berfungsi sebagai gudang.

Kondisi mesjid Viale Jenner di kota Milan, seolah mewakili warga Muslim di Italia yang sudah sejak lama mengalami pengucilan di tengah-tengah masyarakat Italia yang sebagain besar menganut agama Katolik. Kondisi mereka makin memprihatinkan setelah peristiwa 11 September 2001, masjid yang menjadi pusat aktivitas warga Muslim di Italia ini diawasi dengan ketat dan penuh kecurigaan.

<>

Bagi warga Italia yang tidak menyukai Islam, mesjid ini dianggap sebagai tempat berkumpulnya para penganut Islam militan dan mereka menginginkan mesjid ini segera ditutup. Sebaliknya, mereka yang memberi dukungan menilai, mesjid yang selalu penuh sesak dan dibiayai dengan dana yang minim ini mencerminkan bagaimana sikap masyarakat Italia menghadapi perbedaan yang ada.

“Kami tidak ada masalah dengan hukum di Italia. Kami sangat menghormatinya. Kami tidak menuntut hak agar bisa memiliki 4 istri atau menuntut hak kami agar diliburkan pada hari Jumat,” kata Abdel Hamid Shaari, pria kelahiran Libanon, yang mengepalai mesjid Viale Jenner, seperti dikutip International Islamic News Agency, Senin. 

“Masalahnya adalah pihak Gereja Katolik yang menganut pandangan satu budaya saja, yang melihat orang yang di luar kepercayaannya sebagai orang yang berbeda,” ujar Shaari yang sudah tinggal di Italia selama 40 tahun.

Sepanjang 2 dekade ini, agama Islam berkembang pesat di Italia, dengan kedatangan sejumlah imigran Muslim yang kini jumlahnya mencapai 1 juta orang. Mereka resmi terdaftar sebagai penduduk Italia, yang membuat agama Islam menjadi agama ke-2 terbesar di Italia. Belum terhitung jumlah imigran Muslim yang menetap dan bekerja secara ilegal di Italia,  diperkirakan jumlahnya separuh dari data resmi.

Meski jumlahnya cukup banyak, hanya sekitar 50.000 Muslim yang punya hak suara dalam pemilu, dan tak ada seorang pun warga Muslim yang menjadi politikus di Italia. Hal ini berbeda dengan di Perancis, sejumlah warga Muslim sudah menjadi anggota legislatif.  Warga Italia masih tidak mengakui keberadaan Muslim di negara itu, padahal  mereka mengakui keberadaan penganut Judaisme, Budha dan protestan yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah Muslim. Ini ditandai dengan tidak adanya dukungan atau bantuan dana yang diberikan pemerintah Italia bagi warga Muslim mulai dari aspek pendidikan berupa sekolah-sekolah atau tempat ibadah berupa mesjid.

Sebaliknya, ada kesan ada perseteruan di kalangan warga Muslim sendiri, karena mereka gagal mencapai kesepakatan dengan pihak pemerintah, agar mengakui eksistensi Islam di negeri itu. Itulah sebabnya, mengapa muncul kesan persaingan antara mesjid yang satu dengan yang lain di Italia.

Namun sejumlah pengamat mengatakan, terkucilnya warga Muslim Italia disebabkan karena kebijakan pemerintah Italia yang merupakan hasil koalisi dengan Northern League, partai yang sangat anti imigran. Oleh sejumlah pimpinan Muslim di Italia, sikap pemerintah dan warga Italia ini justru memberi peluang bagi imigran Muslim yang mungkin berhaluan radikal.

Amerika Serikat  pernah menyatakan Italia sebagai negara yang menjadi target dan tempat bersarangnya kelompok Islam radikal. Hal tersebut diakui oleh para penyidik di Italia. Setelah peristiwa black September, mereka menangkapi belasan warga Muslim yang dianggap radikal dan dituduh punya hubungan dengan jaringan Al-Qaeda atau gerakan radikal lainnya. Mereka bahkan menutup sebuah mesjid kecil di utara kota Cremona , sebelah utara Italia dan membekukan rekening bank milik mesjid Viale Jenner. Sampai detik ini, aparat di Italia tidak pernah bisa membuktikan tuduhannya itu.

“Kalau pemerintah Italia tidak mengijinkan warga Muslim untuk menjalankan ajaran agamanya dengan cara yang terhormat, sikap ini bisa menimbulkan gerakan di bawah tanah,” ungkap Khalid Chaouki, Presiden Organisasi Pemuda Muslim Italia.

Sejumlah pengamat di Italia mengungkapkan teorinya, mengapa Islam masih sulit diterima masyarakat Italia. Seorang penulis buku-buku Islam dan profesor di Universitas Katolik Milan, Paolo Branca mengatakan, selama ini Italia hanya memiliki satu pandangan budaya, tapi Italia bukan negara yang rasis. Meskipun pada kenyataannya, perbedayaan budaya masih menjadi persoalan bagi masyarakat Italia, termasuk pengggunaan jilbab oleh guru-guru sekolah di negara itu.

Warga Muslim di Italia, tampaknya masih harus menempuh jalan berbatu dan menunggu waktu sampai benar-benar diakui keberadaannya dan


Terkait