Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan bersepakat mengatur alat pengeras suara dalam setiap ritual keagamaan. Langkah ini ditempuh untuk menciptakan harmonisasi di tengah masyarakat majemuk. Sebuah langkah progresif menyejukkan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Kalimantan Selatan Rusdiyansyah menyatakan, Senin (16/11), pengaturan alat pengeras suara di masjid dan musala belum menjadi fatwa dari MUI, namun hanya masih kesepakatan enam MUI di Kalimantan Selatan.<>
"Yang ada baru kesepakatan enam MUI di Kalimantan Selatan. Isinya, dimintakan kepada segenap masjid dan musala supaya dalam syiar Islam seperti membaca Al-Qur’an dan tarhim dilakukan sekitar 15 menit sebelum kumandang azan salat," ujar Rusdiyansyah di Banjarmasin.
Menurut Rusdiyansyah, pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang biasanya dilakukan satu jam sebelum pelaksanaan shalat memiliki nilai positif dan negatif. Nilai positifnya dapat membangunkan orang yang masih tidur, namun negatifnya menganggu orang yang sedang istirahat atau yang sedang shalat malam.
"Positifnya untuk syiar Islam. Tapi negatifnya terganggu, apalagi bagi nonmuslim. Memang dalam posisi serba sulit, mau ditegur marah, tidak ditegur nanti terganggu. karenanya langkah kami bukan untuk pelarangan, melainkan pengaturan," tandas Rusdiyansyah seperti dilansir situs inilah.com.
Sementara terpisah, Pembantu Rektor II IAIN Antasari Banjarmasin Masyitah Umar menyambut positif rencana MUI Kalsel mengeluarkan fatwa terkait pengaturan pengeras suara di tempat ibadah.
"Sepanjang ada pengaturan, saya kira bagus. Kalau tujuannya untuk kebaikan ya bagus-bagus saja, sepanjang tidak mengebiri," ujarnya seraya menegaskan, Islam merupakan ajaran universal yang tidak hanya nyaman bagi pemeluknya melainkan bagi agama lainnya. (min)