Sleman, NU Online
Nahdliyin (sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama - NU) khususnya di Yogyakarta, umat Islam, dan masyarakat sekitarnya berduka. Sosok kharismatik dan santun, KH Mufid Mas’ud, Senin (2/4) pukul 22.45 WIB meningal dunia. Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran (PPSPA) meninggal di RS Jogjakarta International Hospital (JIH) setelah menjalani perawatan selama dua malam. Almarhum meninggal di usia 83 tahun karena sakit yang telah lama diderita. Ribuan orang hadir pada pemakaman Kiai Mufid, Selasa (3/4) kemarin.
Sejumlah kiai pengasuh pondok pesantren di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah hadir pada acara pelepasan jenazah di depan masjid Pandanaran ini. Antara lain, KH Zainal Abidin, KH Nawawi, KH Imadudin Zamro, KH Abdul Aziz dan KH Alif Muslih. Terlihat juga mantan Menteri Pertahanan Prof Dr Mahfudh MD dan mantan Wakil Bupati Kulonprogo Anwar Hamid. Para tokoh NU Yogyakarta, seperti Dr Maksum, Fahmi Akbar Idris dan KH Nur Jamil Dimyati juga ikut melepas jenazah. Selanjutnya, jenazah dimakamkan di makam keluarga PPSPA Komplek III.
<>Isak tangis mengiringi pelepasan jenazah kiai yang terkenal dengan kesederhanaannya ini. Lantunan kalimah thoyibah dan Surat Al-Ikhlas bergema di sepanjang jalan. Menariknya, walaupun mendung tebal tampak menggelayut sekitar Yogyakarta, namun langit cerah terlihat di atas pesantren yang berlokasi di Jalan Kaliurang km 12,5 Candikarang, Pakem Sleman itu.
Almarhum meninggalkan 12 putra dan seorang isteri. Sebelum menghembuskan nafasnya, almarhum sempat menulis wasiat yang ditujukan kepada anak dan cucu serta santrinya. Dalam wasiat yang dibacakan KH Abdul Aziz, Almarhum minta agar merelakan kepergiannya. Ia juga meminta maaf dan beharap semua percaya dengan takdir Sang Kuasa. “Saya minta semuanya ikhlas dan sabar karena semua akan mengalami,” pinta Almarhum seperti disampaikan KH Abdul Aziz.
Selain itu, Almarhum juga menitipkan pesantren dan madrasah untuk dikelola sebaik mungkin. Kepada para santri, Almarhum berpesan tetap terus mengamalkan doa dalam Al Qur’an dan Asmaul Husna. “Baca terus doa Robbi dan Robbana di Al-Quran tersebut, karena itu juga yang aku amalkan selama ini,” tulisnya.
Dalam surat wasiatnya, Almarhum yang asli Klaten ini berpesan agar dimakamkan di makam keluarga. Almarhum juga berpesan diusung dengan keranda dari bambu yang dibungkus kain putih. “Tapi bambunya jangan minta harus beli,” tulisnya sambil minta alas salatnya ikut dikuburkan bersama.
Almarhum minta karangan bunga tidak diletakkan di atas makamnya. Selain itu, para santri juga dibebaskan melaksanakan haulnya.
KH Imadudin Zamro mewakili masyarakat menyatakan sangat kehilangan dengan kepergian KH Mufid Mas’ud. Diungkapkan, sosok Kiai Mufid merupakan suri tauladan. Ketaatan beribadah dan pengabdiannya pada umat Islam sangat tinggi. “Ia juga seorang yang saleh, alim dan ahli Al-Qur’an,” ujarnya.
Ia berharap kepergian Kiai Mufid tidak membuat para santri juga pergi. Namun, harus lebih semangat dalam memajukan pesantren. “Mari kita bersama-sama melanjutkan perjuangan beliau,” harapnya.
Selamat jalan Kiai Mufid. Semoga apa yang telah engkau berikan kepada santri dan masyarakat menjadi amal yang diterima di sisi-Nya. (gpa/man)