Yogyakarta, NU Online
Kepadatan penduduk di perkotaan yang bisa dilihat dari semakin besarnya arus balik-mudik lebaran adalah sebab pemerintah telah gagal membangun pedesaan. Persoalan urbanisasi yang semakin tidak terbendung tidak bisa dianggap wajar.
Demikian disampaikan KH. Mohammad Maksum, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istiwewa Yogyakarta kepada NU Online di Yogyakarta, Kamis (2/11).
<>“Ketimpangan pembangunan sektoral desa-kota, tradisional-modern, pertanian-industri merupakan biang kegagalan pembangunan dan kehancuran di pedesaan,” katanya.
Menurut Maksum, selama ini pemerintah memanjakan kota secara berlebihan dan penuh dengan biaya. Permanjaan itu sekaligus menempatkan pertanian sebagai subordinat pembangunan alias sebagai penunjang saja.
“Proteksi nilai tukar rupiah, importasi pangan berlebihan, pengendalian harga pangan untuk membendung inflasi, infrastruktur, perkreditan dan lain-lain semua pro-perkotaan dan industri tetapi amat merugikan pertanian, demi kemajuan kota industri sektor modern itu,” katanya.
Ditambahkan Maksum, pedesaan nyaris tidak ada menghasilkan apa-apa selain bahan baku dan pangan murah. Anehnya hal itu dibirarkan saja oleh pemerintah. “Kurbannya mayoritas warga Nahdlatul Ulama pedesaan,” selorohnya.
Di Jakarta
Sementara itu di ibu kota Jakarta sebagai puncak kepadatan penduduk perkotaan pemerintah setempat sedang bersibuk mengusir paksa para pedagang kaki lima yang datang dari berbagai pedesaan di Indonesia. Dijadwakan, sampai H lebaran plus 20 para petugas keamanan dan ketertiban (tramtib) akan mengadakan patroli untuk “mengamankan” para pedagang yang hendak menggelar kembali dagangannya.
Di kanan-kiri Jl. Jatinegara, Jakarta Timur, yang biasa menjadi pasar kagetan kini terlihat lenggang. Hanya tampak tikang cukur rambut di trotoar yang hanya membawa kursi. Mobil-mobil box terbuka milik para petugas tramtib penuh dengan perlengkapan dagang kali lima. (nam/dar)