Nahdlatul Ulama (NU) adalah ‘wajah’ Islam di Indonesia. Membicarakan Indonesia, tak mungkin tanpa membicarakan NU, terutama perannya dalam merumuskan dasar ideologi negara. Tanpa NU, Indonesia tidak akan menjadi negara seperti yang sudah ada sekarang.
Hal tersebut diungkapkan Katib Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Malaysia, H Amin Fadlillah, saat menjadi narasumber pada Pelatihan Kepemimpinan NU di Dewan Syahru Ramadlan, Payajaras Dalam, Sungai Buloh, Selangor, Malaysia, Ahad (27/4) lalu.<>
Amin menjelaskan, umat Islam di Indonesia akan menjadi umat yang berpaham kaku jika tak ada NU. “Islam Indonesia sekarang dengan watak dan karakter keberagamaan yang toleran dan cinta damai merupakan hasil dakwah dan bimbingan ulama-ulama NU,” pungkas Amin seperti dilaporkan Kontributor NU Online, Hilmy Muhammad.
Tak hanya itu. Menurut Amin, peran NU juga telah diakui dunia. Terbukti dengan banyaknya peneliti dari seluruh dunia yang membuat kajian tentang NU. “Dunia juga mengakui keberadaan tokoh-tokoh NU, seperti Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan KH Hasyim Muzadi, yang sekarang dipercaya sebagai salah satu Presiden Perdamaian Agama-agama se-Dunia,” terangnya.
Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua PCINU Malaysia Hilmy Muhammad Hasbullah. Menurutnya, ciri utama yang tidak bisa lepas dari NU adalah keberadaannya sebagai organisasi bermazhab dan berdakwah melalu pendekatan Walisongo. “Ia menjadi ciri differentia, yang membedakannya dari pada organisasi-organisasi Islam di dunia dan di Indonesia sendiri,” tandasnya.
Ciri tersebut, kata Hilmy, ditegaskan sejak awal perjuangannya oleh Pendiri NU Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari. Hal itu kemudian dikukuhkan sebagai keputusan pertama dalam Muktamar pertama NU di Surabaya, pada 21 Oktober 1926.
“Dan ciri itulah yang kemudian melahirkan karakter dan sikap NU yang senantiasa tawassut (moderat), tawazun (seimbang) dan tasamuh (toleran),” jelas Hilmy.
Pendekatan dakwah ala Walisongo, ujarnya, dipilih kerana perjuangan dan dakwah keagamaan mesti dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat. Hanya, lanjutnya, hal yang sering ditekankan dalam pendekatan dakwah ala Walisongo adalah aspek toleransi pada adat dan budaya setempat. (rif)